Wednesday, August 25, 2010

Pernikahan semakin mengerikan

Teringat dulu sangat membencinya.
Pembunuhan karakter, kataku.
Suami takut istri, istri pelayan suami, tak bebas lagi, selamat tinggal mimpi.

Teringat dulu menertawakan para pemujanya.
Kasihan, tak bisa berdiri sendiri.
Pencinta aroma ketiak laki-laki.

Teringat belum lama menginginkannya.
Menjadi istri bersuami.
Tak sendiri lagi, ada pendamping kala bangun pagi.

Teringat inginku yang kecil sederhana.
Berbalut sakral dari doa-doa.
Hanya ada kita, sahabat dan keluarga.

Teringat minggu lalu bersama mamaku.
Ada biaya untuk buat yang besar, katanya.
Sederhana asal bisa mengundang teman-temannya serta.

Teringat belum lama terjadi.
Keributan mengenai ini.
Besar kecil, mahal murah, banyak uang dan seadanya.

Teringat beberapa menit lalu.
Ribut lagi ribut lagi.
Mengerikan sekali.
Bolehkan kembali ke aku yang dulu lagi?

Teringat dulu tak suka pesta.
Berisik dan berbalut hal-hal berbau sampah.
Tak ada sakral, tak ada doa.

Teringat belum lama tergiur akannya.
Berbalut baju cantik, dipandang beratus mata.
Kini menyesal ku dibuatnya.
Persetan itu pesta-pesta.

Teringat baru saja berjanji.
Tak akan mebicarakan itu lagi.
Bahkan kini tak mau lagi, tak menarik lagi.

Pernikahan oh pernikahan.
Sesungguhnya kau begitu menyesakkan.
Ramadhan oh Ramadhan.
Tiuplah hatiku dengan hembusan pencerahan.

Selamat tinggal duhai pernikahan.
Kukubur kau dalam-dalam hingga sesak terpendam.

Monday, August 23, 2010

Mari memasak!

Kemarin, kami menemukan cara baru bersenang-senang. Hari Minggu, kami berbagi tugas. Kangen balado tempe, kataku. Aku kangen sayur sop, teh; kata Kiki. Tapi takut gagal lagi, tambahku. Yang penting jangan kelaman masak sambelnya, saran Aran. Kalau sayur sop, teh? Tanya Kiki. Gampang kok, kata Aran. Fyyuuuhhh.. Untung ada chef Aran; a good motivator, setidaknya.

Ditulis di kertas berbingkai tuts piano;
1. Tempe
2. Cabe
Apa deh Ki, yang kemaren dibuang-buang sama Babar? Ketumbar, teh.
3. Ketumbar + lada
4. Sayur sop
5. Tomat
Masa sopnya sayur aja, gak mau pake apa, gitu? Makaroni aja, teh!
6. Makaroni

Aran, Kiki, Babar, belanja. Aku di rumah, beres-beres. Mereka sampai, senang-senang dimulai.

Tempe dipotong kecil-kecil, tipis-tipis, biar garing. Sllrruuppp!! Sayur dicuci di bawah air mengalir. Cabe, bawang disiapkan di atas ulekan. Tambahkan ketumbar dan garam, biar Kiki yang haluskan. Tempe dibuat garing sama Aran, api kecil bikin aman walaupun pelan. Teteh, lanjut bersihkan dan potong-potong sayuran.

”Deded, mami sama ati Ega agi apa?”
”Masak.”
”Ih, emangna bica?”
Kurang asem tuh anak. Hihihihi...
Serempak: ”Bisa dooonnkkk...”
”Keyen.”
Hahahahaa...

Wortelnya dipotong terlalu tebal, kata chef Aran. Baiklah, kutipiskan. Tomat kurang banyak dimasukkan ke ulekan, kata chef Kiki. Sok, ditambahkan. Tempe harus ditambah, karena terlihat kurang, kata chef aku. Tak masalah, tinggal ditambahkan.

Sambal kelar diulek, tempe selesai digoreng. Siap dicampur sekarang. Aran, kami beri kehormatan, silahkan dimasak. Huhuhu.. Chef Aran pun beraksi; minyak goreng dimasukkan ke dalam wajan, sedikit saja. Sambal digoreng dengan api kecil saja. Tak lama tempe pun menyusul si sambal, berdua saja. Diaduk-aduk hingga merata lalu ditaburkan gula dan garam. Hhhhmmm enaknyeeee!!! (Dengan logat si Ipin atau Upin).

Sayur mayur selesai dipotong-potong. Kini si bumbu; Ki, bumbunya apa nih? Ran, bumbunya apa aja? Apa yah? Bawang gitu yah? Terus apa lagi? Ah, gampang. Kita tanya mama Nadya aja! Hahahaha.. Nikmatnya bertetangga…

Bumbu versi mama Nadya: bawang merah, bawang putih, lada, kayu manis. Berhubung kami chefnya, maka kayu manis ditiadakan saja. Hukum suka-suka! Mari mulai menĂº kedua!

Kuulek bumbunya, bikin mata berkaca-kaca. Tempe balado selesai dihidangkan, Aran siap melanjutkan. Minyak dituang ke wajan, sedikit saja. Bumbu abu-abu dicelupkan, lalu diaduk hingga wangi semerbak. Bau, kalau kata Babar. Maklum, belum bisa membedakan wangi dan bau keponakan yang satu ini. Kusiapkan segelas air matang, masih kurang kata chef Aran, baiklah kita tambahkan. Air tak lama mendidih, tentu saja karena itu air matang. Si chef lalu memasukkan wortel dan kentang. Ditunggu hingga empuk kala ditusuk. Sudah empuk, lanjut si makaroni, buncis, kol dan tomat. Diaduk-aduk, kulihat sang chef memasukkan irisan daun bawang dan seledri. Tiba-tiba masuk sang istri ; widiiihhh, keren betul ! Sudah berapa lama Bapak menekuni dunia masak memasak ? Sang suami menjawab, orang gila. Babar menyahut, mami oyang giya ya, Ded ? Hahahahahaha…

Teh, kita gak punya masako-masakoan ? Punya, kenapa? Mana? Tuh! Ditaburkan juga sama si chef, plus gula dan garam. Diaduk-aduk, terus. Percaya atau tidak, aroma dan tampilannya, seperti masakan mama! Aha! Tolong ini dicoba, Aran kan puasa. Ki, tolong coba, Ki! Hmmm.. enak! Beneran, Ran! Enaaakk... Yeaaahhh!!! Babar pun ikutan lompat-lompat; yeaaahhh!!!

Hari itu Minggu, siang. Aran pun harus kerja, siang. Kiki sang istri menyiapkan bekal untuk berbuka; nasi, balado tempe dan sop makaroni. Aku, Babar dan Kiki, tak berpuasa. Mengapa? Mau tahu, aja!

Siang itu, Minggu siang. Kami bertiga lahap sekali makan. Orang bilang kalau sudah masak, makan jadi tak lahap. Siapa bilang? Coba lihat kami makan. Sampai lupa kalau hari itu masih siang, pintu tak ditutup hingga tetangga pun heran, melihat kami makan hingga keringetan, di Minggu yang siang.