Showing posts with label foodisme. Show all posts
Showing posts with label foodisme. Show all posts

Monday, March 21, 2011

Cuisiner en m'amusant!

En fait ce n'est pas une nouvelle chose pour moi, mais dernièrement, cuisiner devient une activité amusante qui peut m'aider à m'échapper de la routine. Je suis encore dans un niveau de « trial and error », débutante. Je cherche des recettes en internet, celles qui sont simples. Jamie Olivier est un de mes chefs préférés. Il cuisine des repas européens et américains, la plus part. Comme des caractéristiques de ces repas sont simples et gardent le gout originel des ingrédients, j’aime bien.

Mon défi est de cuisinier ces repas en gout indonésien ; salé et épicé. Oui, je suis indonésienne, moi ! Je n’imite pas toujours des recettes que j’ai trouvées, j’aussi improvise. Voici mon improvisation :

Jamie Olivier : Pomme de terre, brocoli et saucisse frit.

Moi : Je fais frire une pomme de terre et trois saucisses. Pour le brocoli, après je l’ai lavé, je le mes dans la farine qu’on utilise spécialement pour « fried chicken » et je le fais frire jusqu’il devient croquant. La Voila ! Mon diner est prêt. Mais, n’oublie pas de le manger avec la sauce des piments.

Jamie Olivier : Omelette, saucisse frit et des légumes.

Moi : Je fais frire trois saucisses, je fais bouillir des légumes et j’ajoute du lait dans mon omelette, c’est ce que Jamie ne fait pas. Voila mon petit-déjeuner.

Jamie Olivier : Pancake avec la glace de la fraise et des fraises pour le « topping. »

Moi : Je n’ajoute pas des œufs dans mon omelette. Ca gout pire avec des œufs dedans, d’après moi. Mais, je suis d’accord avec Jamie sur la glace et des fraises.

Jamie Olivier : Spaghetti avec la sauce des tomates et de la viande.

Moi : Je suis totalement d’accord avec lui.

Vous voyez ? Je suis encore débutante, moi. Mais tout d’un coup, je fais des progrès. Allez- cuisinier !

Sunday, February 20, 2011

Where do you hide my appetite?

Hello you all there? Everything's good? Same here!
No, I mean, not really. I'm having a strange situation here.
What's about? My appetite.
I'm kinda loosing it, lately.
So weird, since it never happened before. Except when my body is sick.
But that's a common exceptional condition, right? Everybody might lose their appetite when they're unhealthy.

I'm in a well condition now; my body is in its good performance, my mood is in love with this life, and my heart is filled with happiness. But then, why o why, my appetite has just blown away?
Karien said, a friend of mine, maybe I just feel bored to eat. Heeehhh?? What an answer, I said. She explained that it happens sometimes. Our body rejects to do the same thing over and over again. That doesn't sound make sense to me, I eat for the whole of my life, rice, rice, rice and rice. But I still love to eat it! Hehehe..

But Karien can be right. No one can exactly understand what our body has in its mind. My dear body, is it true? What is happening to you? Should I have a culinary traveling? Maybe it can be a refreshment to you, to me also, to us. Let's just try!

Hhhmm... by the way, I guess we should wait for a week. Ca va? It's just, my payment day will be next week. Lol! I'm so sorry.. Meja is always right! Coz it's all about the money! It's all about the dam dam daradamdam...


Monday, August 23, 2010

Mari memasak!

Kemarin, kami menemukan cara baru bersenang-senang. Hari Minggu, kami berbagi tugas. Kangen balado tempe, kataku. Aku kangen sayur sop, teh; kata Kiki. Tapi takut gagal lagi, tambahku. Yang penting jangan kelaman masak sambelnya, saran Aran. Kalau sayur sop, teh? Tanya Kiki. Gampang kok, kata Aran. Fyyuuuhhh.. Untung ada chef Aran; a good motivator, setidaknya.

Ditulis di kertas berbingkai tuts piano;
1. Tempe
2. Cabe
Apa deh Ki, yang kemaren dibuang-buang sama Babar? Ketumbar, teh.
3. Ketumbar + lada
4. Sayur sop
5. Tomat
Masa sopnya sayur aja, gak mau pake apa, gitu? Makaroni aja, teh!
6. Makaroni

Aran, Kiki, Babar, belanja. Aku di rumah, beres-beres. Mereka sampai, senang-senang dimulai.

Tempe dipotong kecil-kecil, tipis-tipis, biar garing. Sllrruuppp!! Sayur dicuci di bawah air mengalir. Cabe, bawang disiapkan di atas ulekan. Tambahkan ketumbar dan garam, biar Kiki yang haluskan. Tempe dibuat garing sama Aran, api kecil bikin aman walaupun pelan. Teteh, lanjut bersihkan dan potong-potong sayuran.

”Deded, mami sama ati Ega agi apa?”
”Masak.”
”Ih, emangna bica?”
Kurang asem tuh anak. Hihihihi...
Serempak: ”Bisa dooonnkkk...”
”Keyen.”
Hahahahaa...

Wortelnya dipotong terlalu tebal, kata chef Aran. Baiklah, kutipiskan. Tomat kurang banyak dimasukkan ke ulekan, kata chef Kiki. Sok, ditambahkan. Tempe harus ditambah, karena terlihat kurang, kata chef aku. Tak masalah, tinggal ditambahkan.

Sambal kelar diulek, tempe selesai digoreng. Siap dicampur sekarang. Aran, kami beri kehormatan, silahkan dimasak. Huhuhu.. Chef Aran pun beraksi; minyak goreng dimasukkan ke dalam wajan, sedikit saja. Sambal digoreng dengan api kecil saja. Tak lama tempe pun menyusul si sambal, berdua saja. Diaduk-aduk hingga merata lalu ditaburkan gula dan garam. Hhhhmmm enaknyeeee!!! (Dengan logat si Ipin atau Upin).

Sayur mayur selesai dipotong-potong. Kini si bumbu; Ki, bumbunya apa nih? Ran, bumbunya apa aja? Apa yah? Bawang gitu yah? Terus apa lagi? Ah, gampang. Kita tanya mama Nadya aja! Hahahaha.. Nikmatnya bertetangga…

Bumbu versi mama Nadya: bawang merah, bawang putih, lada, kayu manis. Berhubung kami chefnya, maka kayu manis ditiadakan saja. Hukum suka-suka! Mari mulai menú kedua!

Kuulek bumbunya, bikin mata berkaca-kaca. Tempe balado selesai dihidangkan, Aran siap melanjutkan. Minyak dituang ke wajan, sedikit saja. Bumbu abu-abu dicelupkan, lalu diaduk hingga wangi semerbak. Bau, kalau kata Babar. Maklum, belum bisa membedakan wangi dan bau keponakan yang satu ini. Kusiapkan segelas air matang, masih kurang kata chef Aran, baiklah kita tambahkan. Air tak lama mendidih, tentu saja karena itu air matang. Si chef lalu memasukkan wortel dan kentang. Ditunggu hingga empuk kala ditusuk. Sudah empuk, lanjut si makaroni, buncis, kol dan tomat. Diaduk-aduk, kulihat sang chef memasukkan irisan daun bawang dan seledri. Tiba-tiba masuk sang istri ; widiiihhh, keren betul ! Sudah berapa lama Bapak menekuni dunia masak memasak ? Sang suami menjawab, orang gila. Babar menyahut, mami oyang giya ya, Ded ? Hahahahahaha…

Teh, kita gak punya masako-masakoan ? Punya, kenapa? Mana? Tuh! Ditaburkan juga sama si chef, plus gula dan garam. Diaduk-aduk, terus. Percaya atau tidak, aroma dan tampilannya, seperti masakan mama! Aha! Tolong ini dicoba, Aran kan puasa. Ki, tolong coba, Ki! Hmmm.. enak! Beneran, Ran! Enaaakk... Yeaaahhh!!! Babar pun ikutan lompat-lompat; yeaaahhh!!!

Hari itu Minggu, siang. Aran pun harus kerja, siang. Kiki sang istri menyiapkan bekal untuk berbuka; nasi, balado tempe dan sop makaroni. Aku, Babar dan Kiki, tak berpuasa. Mengapa? Mau tahu, aja!

Siang itu, Minggu siang. Kami bertiga lahap sekali makan. Orang bilang kalau sudah masak, makan jadi tak lahap. Siapa bilang? Coba lihat kami makan. Sampai lupa kalau hari itu masih siang, pintu tak ditutup hingga tetangga pun heran, melihat kami makan hingga keringetan, di Minggu yang siang.

Tuesday, February 2, 2010

Putih

Oh Putih,
Mengapa hanya putih?
Oh Putih,
Inikah yang namanya rasis atau pilih kasih?


Sawi, tauge, kol, kembang kol.
Berpisah kita!
Berpisah sementara, untuk kemudian berjumpa.


Tunggu sampai habis gas jahat di perutku ini.
Sabar ya sampai dokterku tak ingat lagi.
Ku tetap tak mau sakit itu datang kembali.
Sakit di perut yang menyiksa hingga ulu hati.


Perlahan tapi pasti.
Pertemuan kita nanti .
Satu per satu silih berganti.
Tauge, kol, kelapa, ketan dan akirnya sawi.

Wednesday, December 2, 2009

Susu

Apa yang kau suka di dunia ini?

Kau suka susu? Aku suka. Suka sekali.
Rasa apa?
Hmmm… Aku suka semua. Rasa apa saja!
Yang paling kusuka?
Ah! Sulit memilihnya, toh semuanya memang ku suka, ku minum juga.
Kalau kau, harus selalu memilih rasa?
Tapi rasa apapun tetap saja itu susu, enak.
Iya kan?

Pernah coba merk Diamond?
Susu cair berkemasan kotak; tinggi, putih berhiaskan pemandangan peternakan sapi hitam putih dan tulis-tulisan merah muda, dilengkapi tutup siap putar di bagian muka atas. Itu rasa stroberi.
Kau harus coba.
Rasanya, enak sekali! Benar-benar enak. Amat sangat enak.
Kekentalan susu bercampur rasa stroberi yang tipis, manis yang pas; setidaknya untuk lidahku. Perpaduan indah yang tak saling membunuh. Ya susu, stroberi dan manis. Mengingatkanku pada trio yang kulihat di sebuah konser musik. Gitar, biola dan selo. Ketiganya mengalun indah bersama. Tak sedikitpun telingaku bekerja lebih keras untuk menangkap bunyi salah satunya. Kebersamaan dan porsi yang bersinergi.

Simpan di lemari es. Itu pesan yang tercantum di atas tutup. Iya, biarkan dia mendingin. Saat dingin, ada sensasi tambahan kala ku menyeruputnya. Segar. Enak dan segar. Bensin kesukaanku di malam hari, sebelum tidur. Juga teman yang selalu kusadari kehadirannya kala ku menulis.

Hmmm… Indahnya malamku bersama susu.

Thursday, November 19, 2009

Sahur Bhineka Tunggal Ika (1 Ramadhan 1430 H)

Mari kubawa kau ke pagi itu, jam tiga kurang sepuluh di meja makan dan dapur kami. Kala kami sedang bersama-sama menyiapkan makanan untuk sahur pertama Ramadhan ini, sahur pertamaku tanpa keluarga. Bukan terpaksa, tapi pilihan. Kami pagi itu terdiri dari lima wanita berusia sekitar dua puluhan, kita pukul rata saja. Ada asli Sunda, Jawa tulen, campuran Jawa Lombok tapi lebih bangga menjadi orang Jawa, Sunda Cina dan bangga akan keduanya, satu lagi campuran Batak Betawi dan hanya bangga menjadi orang Batak, itu aku. Kau sudah siap? Mari kita mulai!

Kau lihat itu aku? Yang sedang menggoreng tempe bacem kiriman mama di dapur mini ukuran SSSSSD (sangat sangat sederhana sekali sumpah deh). Empat orang lainnya sedang duduk di kursi ruang makan sambil menyiangi sayur bayam dan jagung hasil belanja semalam. “Ada temukunci gak?” tanya salah seorang Jawa. “Nggak, gak perlu lah pake temukunci segala,” jawab Sunda Cina yang menurutku paling jago masak. “Ya sudah, tapi kita masih punya gula kan?” tanyanya lagi. “Masih, tapi kan sayurnya gak akan pake gula,” jelasnya sambil menjawab pertanyaan tersirat dan tak tersirat. Sudah rahasia umum kalau orang Jawa mewajibkan semua makanan berasa manis. “Hahahahaha…” itu aku tertawa bahagia karena tidak harus makan sayur manis layaknya kolak. Tawaku bersambut kecewa dua orang Jawa, walau Jawa kedua ikut tertawa dan tidak protes. Nah kalau tidak suka protes itu salah satu nilai jual wanita-wanita Jawa, nrimo dalam bahasa mereka. Pria mana yang tak suka kalau pasangannya cuma bilang, “enggeh…enggeh, Mas!”, yang artinya iya, ok, tidak masalah, Mas.

Di sela proses masak memasak tiba-tiba saja aku merasakan ada sesuatu, “Aduh, gw mau kentut!” umumku sambil berlari ke arah lorong biar yang lain tidak mati keracunan karena gasku. “Kentut aja pake bilang-bilang, kalau orang Jawa pasti langsung kentut, tapi diam-diam. Hahahahaha…” aku Jawa satu yang langsung diiyakan oleh Jawa dua. “Kalau orang Sunda mah, kentut aja langsung yang kenceng! Hahahahaha…” kalau itu kentut versi Sunda yang blak-blakan.

Sambil ketawa, Jawa satu bolak-balik melihat ke kaki semua orang, termasuk kakiku. “Sendal hitamku mana yah?” tanyanya sambil berteriak. Sendal hitam itu sedang menempel di kakiku, tadi pagi langsung kupakai tanpa permisi. Walau tahu apa yang dia cari, aku tetap tak bergeming. Yang lain menjawab tidak tahu sambil tengak-tengok, basa-basi, mencoba membantu menemukan apa yang dicari. “Ih susah yah, udah disindir juga, tetep aja dipake. Bukan balikin sendal gw!” marahnya sambil mengambil alih sendal di bawah meja makan yang tepat di bawah kakiku juga. “Hahahahaha… Orang Batak disindir, mana ngaruh..” jawabku santai, bukannya berpikir dan merasa bersalah.

Waktu makan tiba, sudah ada lima piring dan sendok di atas meja. Kami ambil satu-satu piring itu. “Gw mau piring yang paling gede ah!” ujarku sigap biar bisa ambil makanan lebih banyak. Yang lain langsung bilang, “Dasar!”. “Ih, aku gak mau pake piring gompal!” si koki ikut-ikutan jadi pemilih. “Hahahaha.. dasar Cina!” timpal si Jawa. Koki Cina kami mempercayai mitos bahwa jikalau kita makan menggunakan piring yang sudah gompal, maka hal buruk akan menimpa. Ada-ada saja memang orang Cina itu. Saat kami sudah mulai makan, dia masih sibuk mengambil tisu dan mengelap piringya. “Ngelapnya harus searah dengan mata angin ya mbak?” guyonku yang langsung disambut dengan tawa semuanya.

Jadilah kami makan sayur asin buatan koki andalan kami, semuanya sepakat kalau sayur itu memang asin, keasinan tepatnya. Tentu saja si koki bilang, “Nggak kok, ini udah pas banget rasanya!”. “Gw putuskan besok-besok gw yang akan masak sayur!” itu si Jawa yang sedang susah mati menghabiskan sayur di piringnya. Selanjutnya kami sibuk makan, cuci piring dan siap-siap menyambut imsak.

Selamat berpuasa semuanya! Sampai jumpa di sahur berikutnya.

Monday, November 2, 2009

Salmon Sashimi

Apa yang kau suka di dunia ini?
Oh teman, kau tahu itu salmon sashimi? Atau sashimi salmon? Hmm.. Betapa inginnya aku menggubah lagu Om Louis Armstrong.

I feel salmon in my tongue, it’s dancing around
There’s no more blue, for me and you
And I think to my self, what a wonderful world


Salmon sashimi, ikan salmon yang disajikan mentah, makanan para samurai dan geisha ini benar-benar mampu menghipnotisku. Dagingnya yang lembut tak berserat, warna manis nan menggoda, ketebalan yang pas di lidah, kesegaran yang terjaga, disajikan sederhana dengan selembar daun mint dan sejumput irisan lobak di piring kaca sungguh menjadi bandul Romy Rafael untukku. Aku suka ikan, tak pernah ku bermasalah dengan mereka. Tapi ikan yang satu ini sanggup membuatku iri pada orang-orang Jepang. Sungguh tidak adil. Bagaimana mungkin mereka selalu makan ikan seperti ini, sedangkan seumur hidupku ikan-ikan yang kukenal tak satu pun yang mendekati ikan mereka rasanya.

Salmon sashimi, jika sudah kudapati mereka dihadapanku barulah kumulai ritual itu, salah satu ritual menikmati hidup, namaku. Keluarkan sumpit dan patahkan jadi dua. Tuang kecap asin ke wadahnya. Bubuhkan bubuk cabai di atasnya. Aduk hingga merata. Ambil satu salmon dengan sumpit. Jepit dan ceburkan ke dalam kecap bercabai. Bolak-balik ia. Jepit dan buka mulut lebar-lebar. Lalu, ham! Berdansa ia di lidah. Memanjakan sang lidah dengan kelembutan seratnya. Membelah ia dengan mudahnya. Berat hati kumenelannya. Oh, kolaborasi yang Indah wahai salmon, duhai kecap! Tak mampu kutemukan cara lain untuk berterima kasih, selain dengan terus menikmati kalian. Terus dan terus.

Sashimi di lidah, sahabat di sebelah, Louis Armstrong di telinga. Oh, betapa indahnya dunia!


sashimi oh sahimi..


Perlengkapan perang



Kolaborasi indah


What a wonderful world..