Showing posts with label l'arc en ciel. Show all posts
Showing posts with label l'arc en ciel. Show all posts

Friday, June 24, 2011

What are your favorite books?


This question comes from Jo, what are your favorite books?
Hhhmmm.. I suddenly listing on mind. Some books come immediately, some are just gone. But if we change the question, what is your favorite book? I can surely answer this. Petit Prince.

Little Prince, translated in English, Pangeran Kecil in Bahasa Indonesia. I firstly knew this book around my first year in university. There was a small bookstore near house where Dyence, Nasto and I, both are my besties, usually visited on our way back home. I forgot the store name, but it's a special bookstore which not only sell the bestsellers, but also the uncommoners. It's a type of signatured bookstore, like the one of Kathleen Kelly in You've Got Mail. Feel like i wanna have one in the future.

Back to that time, I found Pangeran Kecil there. Eye-catching, with a draw of the little prince in color. Seducing me with his lonely pose; standing alone as seeing the sky. No needed so long to think, I grabbed it. And it wasn't expensive, just like almost all books they sell there. May God bless the owner.

So there was I, hypnotized by the prince. Finally found my true friend. I still can't believe how Antoine de Saint-Exupery read me and write it so beautifully. That's how I feel about the book. And from that moment on, the prince, Exupery and I are friends.

People often talk a lot about their friends, right? So did I. I talked about them to Monsieur Carles, a french businessman to whom I worked as an interpreter. He said that he read and love it. It's one of a kind. Children and philosophy students read it. That is what we call a book for all. Hmm.. what a good remark, Monsieur!

This is the best part. Monsieur Carles sent me Petit Prince from France! See how three of us meant for each other! Lol! So I have him in Bahasa and French. And one day, iIfound him in English, so I bought it! Yay!!

Nasto asked me to collect it in many languages. A quoi ca sert, Nasto? Since I can only speak those three languages. Lol! O yes, since I spread the magic of Little Prince everywhere, I have one special person who truly fell for him.

My dear Syarif, please allow me to share your beautiful write.
You all, be prepared for the journey. And you my Little Prince, the trip is yours.


Tuesday, June 21, 2011

Il pleure dans mon coeur

Celui ci, ce n'est pas mon œuvre. Mais celui de Paul Verlaine; un poète français de la fin de siècle. Ce poème, est un de mes préfères. Des que je l’ai écouté pour la première fois dans la classe de la littérature où mon chère professeur l’a lu, je l’admire. Simple, profond et blessé.


Il pleure dans mon cœur

Il pleure dans mon cœur

Comme il pleut sur la ville.

Quelle est cette langueur

Qui pénètre mon cœur ?


Ô bruit doux de la pluie

Par terre et sur les toits !

Pour un cœur qui s’ennuie,

Ô le chant de la pluie !


Il pleure sans raison

Dans ce cœur qui s’écœure.

Quoi ! Nulle trahison ?

Ce deuil est sans raison.


C’est bien la pire peine

De ne savoir pourquoi,

Sans amour et sans haine,

Mon cœur a tant de peine.

Paul Verlaine

Photo


Monday, May 23, 2011

Me, the Santa Claus!


Menapak tilas ke siang hari beberapa tahun lalu di ruang BEMJ –Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan- Bahasa Prancis kampus kami. Di ruang tak berkarpet maupun berkursi itu, duduklah kami bertiga; Anast a.k.a. Nasto, Karien a.k.a. Karcut dan saya sendiri, Dega a.k.a. adaaaa aja!

Seingatku itu menjelang tahun terakhir kami di sana, walau kami tak lulus di tahun yang sama. Bertiga sudah mengenal satu sama lain dengan baik, apa adanya tanpa berpura-pura. Bukan hanya berbagi suka dan duka, nasi, lauk, keluarga, selimut, sabun, uang pun kami bagi bersama.

Dega: ”Kalau malaikat tiba-tiba dateng, bilang kalau hidup kita tinggal satu jam lagi. Kalian pada mau ngapain?”

Nasto: ”Hidih, serem bener loe, Gul!”

Dega: ”Ih, beneran ini. Kalian pada mau ngapain?”

Karcut: ”Gw gak demen ah, mainannya!”

Nasto: ”Kalo loe mau ngapain?”

Dega: ”Gw mau belanja hadiah dan gw kasih ke orang-orang yang gw sayang.”

Karcut: ”Oh, list yang loe bikin waktu itu yah?”

Dega: ”Hooh!”

Nasto: ”So sweet..”

Dega: “Kalo loe, Nasto?”

Nasto: ”Gw akan samperin orang-orang yang gw sayang, minta maaf dan bilang kalo gw sayang banget sama mereka semua.”

Dega: ”Hiks...”

Nasto: ”Jadi sedih.”

Dega: ”Iyah..”

Dega dan Nasto: ”Kalo loe, Crut?”

Karcut: ”Gw diem aja di sini!”

Dega dan Nasto: ”Kok??”

Karcut: ”Lagian mau ngapain? Emangnya satu jam cukup apa buat ngapa-ngapain? Lagian malaikat kenapa sih ngabarinnya udah satu jam lagi. Kenapa gak dari kemaren?”

Dega dan Nasto: ”.......................................................................................................”

Yes, she is one of a kind. =D =D

Oh iya, berikut list hadiah yang sudah kusiapkan dan telah direvisi baru-baru ini. La Voila!

Bapak : Bengkel sablon

Mama : A very wise husband

Aran Candra : Biaya sekolah S1

Mon petit Akbar : Asuransi pendidikan

Maimunah : Tiket umroh ke tanah suci

Putri Setya Anggraeni : Tiket konser Tuck and Patty

Dewi Chairunnisa : Laptop

Anastasia Khairunnisa : Air ticket Jakarta-Paris-Jakarta

Ekarini Saraswaty : A high quality man

Dian Septembriandini : Toko di ITC Cempaka Mas

Fauziah Yuni Satriana : Rumah di Bogor dekat makam Ade

Syarif Maulana : Tiket nonton piala dunia


Photo

Bercerita bersama sore - dua puluh enam


Malam, Sore.

Iya, ini malam. Kau pergi sudah. Tapi aku sungguh ingin bercerita, besok mungkin bisa langsung kau baca.

Subhanallah, Sore. Subhanallah. Hanya kata itu yang sanggup menggambarkan hati ini. Hati yang dipenuhi bunga-bunga kecil warna warni; kuning, putih, jingga juga merah. Kala angin berhembus dapat kau lihat serbuk-serbuk menari kecil menaburi mereka, sambil tercium itu wewangian yang bersahaja.

Sejujurnya, ada sedikit keraguan untuk membagi ceritaku ini, Sore sayang. Bukan, ini bukan rahasia orang. Hanya saja, aku khawatir keajaibannya akan berpendar menghilang dari rasa. Tapi ku kira tak apa, meski itu harus terjadi, harus terganti dengan senyum bahagia darimu, ya!

Kemarin tepatnya, dua puluh satu Mei dua ribu sebelas. Hari yang dengan gelisah terus kunanti dari awal tahun ini. Hari Sabtu berbunga kala dia, pria yang mengisi dua tahun bersamaku datang membawa keluarganya. Keluarga yang entah sejak kapan menjadi keluargaku juga walau belum ada gunting pita. Datang mereka sekeluarga, besar, jauh-jauh dari kota tetangga mengunjungi keluargaku, besar juga, di Depok rumah uwak. Tahukah kau kalau ari-ariku dikubur di rumah ini, Sore? Iya, ini kota kelahiranku, aku datang di rumah bidan tak jauh dari sini. Sungguh tempat bersejarah untuk menorehkan lanjutan sejarah, bukan? Alhamdulillah.

Siang nyaris tengah hari, empat mobil tiba di depan halaman kami, dengan Aran sebagai penunjuk jalan. Iya, Aran memang kami utus untuk menjemput rombongan di jalan utama kota guna mempermudah tamu yang sudah kami nantikan sedari pagi ini. Tamu yang buat kami sibuk mempersiapkan ini itu karena kami setuju dengan pesan Rasulullah untuk memuliakan para tamu. Keluargaku sontak ke halaman, berbaris rapi tanpa komando siap menyalami tiap orang. Aku, malah masuk ke dalam. Tiba-tiba kikuk bingung harus apa, harus bagaimana. Menemukan Chokim, sepupuku, di dalam kamar Mbah aku merasa mendapat pencerahan. Aku masuk ke sana, mendekati jendela dan Chokim yang sibuk menempelkan wajahnya sambil mengabsen tamu dengan matanya. ”Yang mana orangnya?” tanyanya. ”Bukannya udah pernah ketemu?” jawabku. ”Lupa.” ”Yang itu!” tunjukku. Sambil terus mengenalkan anggota rombongan lainnya dengan telunjukku. Lega.

A Yasin, adalah MC hari itu. Alih-alih langsung memulai acara, dia berinisiatif untuk mengajak semua orang sholat zuhur dulu; laki-laki di masjid, wanita di rumah. Menghindari menunda sholat, jelasnya. Sungguh keputusan yang bijaksana, batinku. Aku, masuk ke kamar uwak duduk di atas kasur bersama piring-piring kue yang menanti disajikan dari pagi. Bersama Ade, Ebi dan Tsabita; sepupu dan keponakanku. Kipas-kipas kami di sana, gerah, sambil bercengkrama memandang uwak lalu lalang mengambil mukena.

Semua sudah sholat, kewajiban tunai. A’Yasin membuka ulang acara, kami para wanita berestafet piring-piring berisi kue aneka rasa. Setelah disuruh ke depan yang entah oleh siapa, aku lupa, barulah aku duduk di ruang tamu yang sudah kami alasi dengan karpet-karpet dan sajadah. Rame di sana. Deg-degan, aku tak menyapu pandang ruangan. Tunduk saja, sesekali lihat ke kanan, Bi Nia. Setelah beberapa lama baru ku mendongak dan menebar senyum tipis.

Tsabita Nur Azizah, jagoan mengaji keluarga kami. Cilik tapi hafal surat An-Naba luar kepala. Dan mengajilah ia. Lalu A’Yasin mempersilahkan wakil keluarga tamu kami untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka. And this is my favorite! Sang Papa lah yang berbicara langsung, tak diwakilkan. Beliau memperkenalkan anggota rombongan sambil berdiri di antara kami yang duduk, dengan santai, penuh canda dan menebar kehangatan. Dengan tak biasa, kemudian melanjutkan bercerita tentang kisah hubunganku dengan sang anak. Bernostalgia lah aku dibuatnya. Tidak, Sore. Aku tak mau menceritakannya sekarang, nanti saja. Cerita ditutup dengan kalimat tanya yang membuatku merasa sungguh berharga.

Om Yudi, favoritku, mewakili keluarga kami sebagai pemberi jawaban pada keluarga mereka. Berbekal kertas yang dicoret-coret sedari pagi, Om Yudi berhasil berkolaborasi menghangatkan suasana. Berbalut canda dan campuran bahasa Sunda, terjawablah sudah permintaan dari keluarga mereka tadi. Alhamdulillah. Terima kasih wahai alam semesta.

Kami bungkus dengan doa, semoga semua berkah, semoga semua berbahagia, Amin. A’Yasin kemudian mempersilahkan kami semua ke meja makan, santap siang. Saat itu lah malaikat menebar serbuk cinta; Papa dan Mama calon suamiku datang menghampiri, tersenyum hangat, bahagia, seperti berkata, “Selamat datang di keluarga kami, Nak!” Kucium tangan mereka, bahagia.

Semua orang bersantap dengan lahapnya, yang kecil juga orang tua. Aku juga, tentu saja. Sambil berbagi cerita dalam kelompok-kelompok kecil, duh hangatnya. Para tamu pamit, setelah tiga jam kami bersama. Aku dan keluarga berdiri di teras, mengantar mereka sambil menebar senyum bahagia.

Kami semua sibuk membereskan rumah, piring-piring dan makanan yang ada. Orang-orang terlihat mondar-mandir, tak ada yang bertangan kosong. Di sana aku, berdiri di ruang tengah, menyapu pandang mereka yang bekerja sambil tertawa-tawa. Semua yang sibuk berlelah-lelah demi acara hari ini, demiku.

Teruntuk Mbah, Mang Isa dan Adik Rambi di surga. Semoga kalian ikut berbahagia bersamaku, bersama kami semua, keluarga.


Photo

Thursday, April 28, 2011

Bercerita bersama sore – dua puluh empat


Hola, Sore! Sini! Aku lagi main, nih! Lagi seru. Kamu aja deh yang ke sini! Sini, duduk di sampingku. Manis-manis.

Ini mainanku setiap hari, Sore. Setibanya di kantor, kubuka semua jendela maya yang kubutuhkan selama sehari bekerja. Ada gmail, office mail, detik, blogspot, radio streaming, google dan facebook. Ah, facebook! Yup. Alih-alih melarang karyawannya “bermain” facebook di kantor, kantorku membebaskan semuanya untuk berselancar dengan merdeka. Asal, pekerjaan beres semua. Sudah bosan sejujurnya memiliki akun facebook, bosan. Fyuuhh.. Sungguh membosankan mengetahui apa yang sedang temanku kerjakan, siapa yang masih berpasangan, seberapa tenar mereka mengacu pada jumlah teman yang ada, bla bla bla.. bla bla bla.. Sooo boring!

Terus kenapa masih punya akun? Hihi.. For only one reason, scrabble! Yup, scrabble. Permainan, kalau bisa dibilang sebuah permainan, dengan huruf-huruf tak bermakna sampai mereka dirangkai hingga menjadi bermakna. Ada yang bernilai satu hingga sepuluh! Kusuka X, Z, Q juga W, Y, J dan S. Eh, ini scrabble bahasa Inggris yah! Mau coba juga sih yang Indonesia dan Prancis. Ada tidak yah?

Kali pertama kenal scrabble waktu itu, kecil, SD sepertinya. Waktu itu aku menginap di rumah sepupu, di masa liburan sekolah. Ada itu papan lucu, digelar di karpet. Kotak-kotak kecil tempat huruf tertempel dengan angka kecil tertulis di bawahnya. Juga sandaran huruf seperti kursi taman, memanjang. Setelah melihat bagaimana perlengkapan tadi dimainkan, dua sepupuku mengundangku serta dalam permainan. Pilih tujuh huruf, katanya. Salah, ambil tujuh kotak bertuliskan huruf yang sudah ditelungkupkan. Kuambil dan kududukan di bangku taman. Lalu mulai lah kami bergantian menidurkan kotak-kotak tadi di papan, sambil merangkai kata, tentu saja.

Mudah saja, tiap huruf harus berjalinan, bak rantai, tak boleh terputus. Tak ada batasan jumlah huruf yang ditidurkan di papan, boleh satu, apalagi tujuh. Ada tambahan nilai kalau semua huruf kita berhasil ditidurkan. Lima puluh. Oh iya, cara menghitung nilai tiap kata yang kita susun mudah saja. Papan scrabble terdiri atas kotak-kotak yang sudah tercetak sempurna, dengan warna, bintang, dan tanda-tanda yang bermakna. Hijau; jumlahkan angka-angka pada huruf yang menjalin satu kata yang kita susun. Biru muda; jangan lupa untuk huruf yang terbaring di atasnya dikalikan dua. Biru tua; dikalikan tiga. Oranye; jumlah poin dari kata tersebut dikalikan dua. Merah; dikalikan tiga. Jikalau dalam satu giliran kita bisa membentuk dua kata, maka total kata pertama dijumlah dengan kata kedua. Begitu seterusnya.

Main scrabble di facebook, sudah seribu dua ratus empat puluh dua kali. Haha! Itu terekam, Sore! Makanya aku bisa tahu dengan persis. Dengan persentase empat puluh tujuh persen kemenangan dan sisanya kalah. Skor tertinggiku tiga ratus sembilan puluh lima. Kata terbaik yang bernah kubuat SQUIT, delapan puluh satu poin. Artinya nonsense atau diare dalam bahasa slang. Keren gak sih?

Kau tahu? Bahkan aku punya teman baru yang kukenal lewat scrabble ini. Jaya, namanya. He is also a scrabble mania. Tak sengaja kami bertemu di beberapa partai, akhirnya chat. Oh iya, di samping papan scrabble ada kotak tempat chat dengan pemain lain yang dibaliknya juga ada kamus sederhana untuk kata-kata yang dapat dibentuk dengan dua huruf saja. Jadilah sambil bermain seringkali kami chat. Sama-sama orang Indonesia ternyata. Jago, si Jaya ini, Sore! Benar, persis ayam. Haha.. Kalau jalannya diblokir sama pemain lain, biasanya kami ikut partai berempat, dia akan memberiku jalan. Jadi, daripada membiarkan pemain lain menang, yang biasanya dari negara lain, dia akan membiarkanku menang. Asik, kan?

Saking seringnya chat dan scrabble-an, akhirnya kami pun berkawan, di facebook. Kami saling tahu informasi umum masing-masing. Dan alih-alih terus-terusan bertemu di partai empatan, kami seringkali bermain scrabble berdua. Dan pastinya, hampir selalu dia yang menang. Hahaha...

Jadi begitu, Sore. Kalau ditanya apa permainan favoritku? Kau sudah tahu jawabannya! *wink*


Photo

Wednesday, April 27, 2011

Bercerita bersama sore – dua puluh tiga

Apa olah raga favoritmu, Sore? Ah, kau tidak berolah raga. Hati-hati cepat kendur otot-ototmu, yah! Hahahaa.. Aku suka olah raga, tak banyak, hanya beberapa. Maksudnya olah raga yang bukan untuk tontonan yah, tapi olah raga yang kulakukan.

Favoritku, renang. Yay! Kalau tak salah waktu itu kelas satu SD, Mama mendaftarkanku ke Polonia youth center, les renang. Kolam renang umum yang memilki dua kolam itu –satu kolam besar berair biru dan kolam kecil berair hijau yang berbahaya karena kedalamannya- terletak cukup jauh dari rumah kami, mesti naik mikrolet kurang lebih satu jam. Bermodal baju renang garis-garis biru, kusuka, kacamata renang dan papan pelampung senada, pergi kami kesana. Kali pertama datang ku berkenalan dengan bapak guruku dan beberapa teman lainnya; beberapa gadis kecil dan satu anak lak-laki. Itu di level kami, tingkat pemula. Ada banyak murid lainnya yang berenang di tengah kolam, dengan kedalaman sedang, juga bagian ujung lain yang paling dalam. Kami para pemula, di sisi paling cetek, tak boleh ke bagian lain, begitu instruksi pak guru.

Setelah lari mengelilingi kolam besar sebanyak tiga kali, pak guru akan memimpin stretching, guna menghindari kram. Pak guru kemudian meminta teman-temanku masuk ke kolam, menghadap ke tembok sisi, berpegangan di sana dengan dua tangan dan berkecipapk-kecipak kaki mereka, menyipratkan air ke mana-mana. Aku, masih berdiri di samping pak guru. Siap dengan kacamata melingkari kepala, dan tangan kanan menenteng pelampung. Kenapa aku tak disuruh nyebur juga? Pak guru menengok ke samping, tersenyum, mengambil pelampung dari tanganku, diletakkannya di tangga berjingkat yang membingkai kolam, lalu digaetnya tanganku. Aku, menurut saja. Tiba-tiba, cepat sekali, digendongnya tubuhku dan dilemparkan ke tengah kolam.

Dan di sana, di tengah kolam yang cukup dalam, klepek-klepek aku bagai ikan yang diangkat ke daratan. Dengan tangan mengacung berusaha melewati garis air meminta tolong, pada pak guru, pada mama, pada siapa saja yang ada di pinggir sana. Semua terjadi begitu cepat, juga begitu lama, keduanya. Hingga akhirnya kudapati lengan kekar pak guru menggeretku ke pinggir kolam. Setibanya di daratan, terengah-engah ku bernafas, dengan mata melotot mendapati mama yang riang sekali tertawa, bagai habis menonton srimulat saja. Pak guru tersenyum, tak meminta maaf, menghampiri mama yang masih memamerkan gerahamnya, ”Bagus, bu!” Apa itu artinya? Bete.

Setelah istirahat mengumpulkan kembali nafas normalku, dengan perut kembung kembali ku nyemplung ke kolam. Kali ini pak guru menggunakan cara yang beradab, memintaku dengan baik. Kuturuni tangga yang tersedia, lalu menapak kakiku ke dasar kolam dan berjalan mendekati teman-teman yang sepertinya sedari tadi menantikanku. ”Aku juga dulu begitu!” ”Iya, aku juga!” Sambut mereka. Oke, apapun maksud si pak guru, setidaknya bukan aku satu-satunya. Kemudian lanjut kami ngobrol sambil menyipak-nyipakkan kaki dan tentu saja berpegan erat pada sisi kolam. Yang sesekali dipotong suara pak guru meminta kami berkonsentrasi latihan, bukan ngobrol. Asik juga ternyata!

Kalau disuruh pilih antara telur ceplok dan rebus, akan kupilih ceplok, Sore! Alasannya sederhana, selama kurang lebih tiga tahun berlatih renang, mama selalu menyekokiku dengan telur rebus tiga sampai empat butir, ditambah madu dua sendok. Eneg! Terus-terusan begitu, menu andalan mama. Untungnya sepulang berlatih aku boleh jajan di kantin, ada ketoprak, bakso, nasi atau mie goreng, enak-enak semua. Makanya ketika Inul bilang kalau dia mengonsumsi dua puluh lima telur ayam kampung tiap harinya, sontak ku nyaris muntah. Hahahaa...

Gaya bebas, punggung, katak, akhirnya ku kuasai. Tak sia-sia kan, Sore? Tapi sayang, menjelang memasuki teknik gaya kupu-kupu, aku berhenti latihan. Alasannya? Tak ingat. Coba nanti aku tanyakan pada mama. Senangnya berenang, Kupu!


Sensasi bergerak maju di dalam air, mendorong mereka ke belakang yang kemudian menggelitik dengan riaknya.

Dingin, sunyi, bergerak.


Photo

Wednesday, March 16, 2011

A very blessed 27 years old girl

I wanted to type "a very lucky 27 years old girl" before, but realized that lucky is not enough. If lucky means having or attended by good luck, occurring by chance, and believing to bring luck, than I chose the right word, then. Cause this one I want to describe is not only a matter of luck or chance, it's something more. While blessed means worthy of worship; holy, bringing happiness, pleasure or contentment. Holy, guess that's the keyword.

Here, in my place and its culture, a 27 years old girl expected as someone who has finished her study, has a settle career, surrounded by loyal friends and colleagues, can be depended by her family, and also, the most important one, has a husband. Happy? Dream? It's non of society business.

Me, I'm 27 years old, will be 28 soon. Yay! The society is expecting me to follow their rules, of course. And me, I am walking in and with them, the society, while avoiding its rules which don't fit me. I've finished my study, Alhamdulillah. A settle career? Well I'm happy with this thing I do now, but still, I'm still up to my dream job, a teacher. Wish me luck! Am I surrounded by loyal friends and colleagues? I am. I proudly am. And also, by a big various family. Love is all in the air!

Can be depended by her family, hmmm... This one I don't know. But so far, I am trying to walk together with people I love. I am living with my brother's family now, and it feels good. I have a good relationship with my parents, I am hanging out with my aunties, cousins and nephews, I chat with my uncle, I laugh and cry with my girls, I even enlarging my family circle now! Wooo..

The last one, a husband. Yay! I am single until now! And it's a bless! Since I have a special man with whom I share my daily life story now. My dreams, passions and craziness. What a bonus, right! We're learning how to share our life goodly, before marriage lock us. Lock? What a diction! Lol!

Mom? What about mom say? Instead of asking me, "When will you guys marry?" She, a very uncommon mom, lucky me, asked, "When will you continue your study and upgrading your diploma?" Oh girls, I know you are all jealous of me, now. Not only that, she also once shared her thoughts to me and my man, "Do you know? I never worry that my daughter will have a difficulty to find a good man and to end in a marriage. Why? Because I'm doing my best in life, I always try not to hurt others. By that, I'm sure that mother's good path will enlighten her children path." She smiled, my man smiled, I smiled in heart while trying not to drop a tear.

Am I happy? No reason for not being to. Am I still keeping my dream alive? Of course I do.

I have a very enlightened path, thanks to my dear mother who bless her 27 years old girl.


Wednesday, March 2, 2011

How can I call it a hell?

An aunty of mine, a beloved one, once said that marriage is a hell. Lol! She meant it. My other aunty told her, if marriage is a hell, than how come you can have three kids from that! More lol! She replied, my husband and I, we fought a lot! When we fought, it wasn’t only by mouth, but also all part of our body! And the result is, the three boys! Lol lol lol!

One happy day, my cousin got married. She wore a beautiful kebaya and held a nice wedding party. At the end of party, my aunty, yes that one told her loudly, “Welcome to the hell!” And we were laughing ironically. She even hasn’t changed her clothes yet! What a family I have! Lol again.

Well that is my auntie’s conclusion; marriage is a hell. What about mine? I don’t know, I’m still a single fighter now. I’ll let you all know once I have it, ok? But by the way, imagining the life of marriage, it’s kinda difficult for me to see hell on it. And why is that?

In present time, I live alone. I work, live my own life by my own income; rent a house, buy food, pay the bills, etc. No work equals no house, no food, no anything. So no choice here, I have to work so that I can live.

Let’s imagine to the future, I live with my husband. I work, live my life together with our income; rent a house, buy food, pay the bills, etc. No work still means a house, food, everything. Why is that? Because a husband means someone who live to make sure that her wife has a good life. Even in Islam, a husband has to take it as one of the biggest responsibility, a must. How sweet, right?


Back to the present, and then tell me now, how can I call it, a marriage, as a hell?

While maybe I’m living in it now! Lol! As for me, marriage seems to be a heaven. Insya Allah.

Monday, February 21, 2011

Feel like a grown up

Somehow, lately I feel like a grown up. A lady, a wise sister, an executive secretary, an expert Jakartanaise. Such a rare thing in my life. As a grown up hater, I always describe myself as "une fille qui n'aime et ne veut pas devenir adulte." Well, it's just because in my entire life the adults never make their self as a good role model. I often adore kids who act much wiser than those who describe their self as an adult.

But life start to open a new chapter for me, I guess. Lately I can see things from several point of view, where everything seems clearer to see, to be understood. I might say that the adults stand in a circle, where they don't have an angle to choose. They have to see, hear and analyze from every side. And children, they can easily choose one side in a circle and put that as an angle. So they can simply see, hear and analyze things from their side. I'm not saying that the adults always see things more complicated than the children do, but yes, somehow it looks like that. They seem to loose their capacity in simplify things. Is this life is truly simple or its the childhood who has the true simplicity?

As for me, I'm loosing my simplicity in seeing things. Well that I know for sure. I don't know when it has begun, but I know that nothing's simple is left. Even how hard I try to see them just like the way they are, another things suddenly shadowing and the focus seem harder to be found. I often feel jealous to them, kids who still have purity and that clear shiny eyes.

But despite that complexity we have, the adults, another good things actually come at the same time. A new peaceful feeling and a big confidence to conquer this life, wiser. Why do I choose "wiser", because I think the new spirit has difference from the precedent. It contents calmness, readiness, and an invisible well-preparedness.

New feelings, hopefully will bring me to a brighter new windows. Hello, sunshine! Here I come, a new grown up! ;)

Wednesday, January 19, 2011

Tanya kakiku


Tanya kakiku, bagaimana tulang-tulang yang menonjol pipih itu senantiasa kuat bertahan lurus, bagaimana otot-otot hijaunya kuat memapah tak pecah, bagaimana kulit tipis berbulu yang tampak ringkih tak sedikitpun tergores perih!

Berikut, jawabnya. Tulang-tulang yang terlihat menonjol itu hanya sedikit dari pasukan baris depan. Menempel di bagian dalam bersama mereka, tulang-tulang kekar anti goyah terbuat dari doa yang tak henti dikirim setiap hari; membasahi sum-sum dan darah. Otot-otot hijau bergetar tak gentar mengalirkan darah penghangat hati, buah karya kata-kata indah dari orang-orang tercinta. Kulit tipis berbulu sedikit memang sobek terkadang, tapi jangan khawatir, akan selalu terjahit rapi hingga tak berbekas sama sekali berkat jarum dan benang sentuhan kasih sayang yang tak henti menggetarkan.

Tanya saja kakiku.

Wednesday, January 5, 2011

Passion's resolutions

So here we are, on the sixth day of January, one of my favorite months. It has a good spirit, isn’t it? Since I am an organized person type, I listed my big plans or goals for a coming year on December, the closing month. Also one of my favorite months! But not this time, I was occupied with a lot of tasks at the office and continue with several agendas on Christmas and New Year’s holiday. But still, better be late then never, right?

Here are my passion’s resolutions for two thousand and eleven; I will be twenty eight, by the way! *wink*

Started with the biggest one; marriage. Yup! Everybody said it is the time! And I agree. Case closed. Would you all mind pray for me so that everything’s will come smoothly as God and the universe walk on my side? Thank you, I really appreciate that.

Next is another backpacking’s time! Yes, it’s also the time! Since I didn’t have any last year. Hiks. So far, Karcut, Nasto and I will go for diving, snorkeling, sun bathing, photo hunting and of course gastronomy tasting in Bali and Lombok. Yahouuu!!! Slowly but sure, that is our motto. Karcut has started preparing for her trip to Jakarta (she stays in Sydney now) and also for her visa. Nasto and I will buy our air tickets next month. Semangat! By the way, nothing can compare to a big trip with my gals! *wink*

I miss my grandpa so much, but he already passed away. May he rest in peace now, Amen. I tried to interpret his “coming” and I think I get his message now. Our family should gather more. Honestly, yes, we are occupied with our life, with all stuff except our family. I know, sad isn’t it? Not anymore. I have texted my family and we are planning to do some “arisan” every two months and we will gather constantly. Amen. Kinda miss you all, cousins..

This one, I’m not really sure. But I think its fine to write it down. Sometimes we have the faith after we read our idée written, right? A motorcycle. Yes, motorcycle. Instead of paying a big sum of money to a man who drive me (home-office-home), my sister in law and my little brother told me that it would be better if I use that money to credit a motorcycle. But I can’t drive it, I replied. No problem, he said, I can teach you. Well financially, it’s such a great idea. In reality, do you know that Jakarta’s traffic is such a hell? Fyuh.. let me think it over.

Continue the precedent year’s resolutions, three times of blood donation. I’m an active blood donator since two years. Thanks to my colleagues who are encouraging me to start it. Hey, I think you all should do the same. It feels really good, trust me! No, not the needle’s thing of course, but after you did it; there will be a good feeling in your heart. I often amaze how such a little thing can help people. Come on! Let’s start everybody. There’s no reason to not participate. Blood donation is good for our health, also for our heart!

Okay, last but not least, C1. Even I haven’t seen any progress with my French, but still I have to try. It will be on June, the test. Even remembering it feels so hard. Lol! No, no, no, I should fight the pessimistic feeling! Semangat! Riri, Oskar, Sakti, we have to study more and more! And you Bastien, yes you, keep your promise to help me practicing. Let’s skyping! And C1, I’m coming!

p.s. (I love having a p.s. since I watched p.s. I love you. Lol!) Another resolution in mind, I should fight all the negative feeling that usually comes in many forms. Change it to a very positive energy, okay Dega? Okay. Semangat!

What are your resolutions, guys? Do you mind to share? *wink wink*

Happy New Year!


Hola! Happy New Year, everybody! Bonne année!

How was your 2011 welcoming party? Was it fun? I’m sure it was, right? Me, I had no party. Not interested to have it, this time. I know, I guess something’s wrong with me! Haha.. Or this is what people call the “a factor”; age. Lol!

Even though I didn’t throw a New Year party, but I didn’t passed it alone. I went to Bandung; my baby’s mom invited me. So there was I, in their warm house. FYI, I always love being there, such a lovely house and a very warm family! On the last night of 2010, I was so damn tired, after my bath I was accidentally sleeping in an uncomfortable pose. Well, that happens sometimes, right? It was 8 p.m. and I didn’t have a dream at all along the night. What a peaceful sleep. I was woken up at 9 a.m. by people’s chat in the dining room. And voila, Happy New Year, Dega!

Why I could be that tired? Here’s the answer. We, my baby and I were up to something big on the last two days of 2010. What making us that busy? Hmmm.. Have I told you that I love photography? Yup, I love taking pictures. What kind of pictures? Anything. But I’m still not very good in capturing human. Need more practices.

One day, Tatum, a friend of mine published her photo-web on her wall. I checked it and I found it was so damn cool! Inspired by her, I started to classify my photos, chose some that are better than others, put on some albums and named them. After that, we learnt the web, www.wix.com. My baby said that it’s such a great web, because he found that the program facilitate us so well. Due to several internet problems, we finally can upload all photos. And it was his task after that; editing, designing, choosing songs for the back sounds, and everything else that is so complicated for me. Hehe.. Thank you my beloved editor!

It was soooooo beautiful, my photo web. You don’t trust me? Please take a look!

www.wix.com/wahdinidegayanti/cestlepapillon

Please enjoy!

p.s. Have a dazzling year, everybody!

Gros bisous!!

Tuesday, November 2, 2010

Our French class

It’s a new routine for me, started a month ago; we have a weekly French class. When I say we, it refers to Oscar, Sakti and I. Based on the same needs of practicing and memorizing our French language, we study together for about 3 hours a week. Do you know that sometimes we just need a higher goal in order to get a bigger motivation? No? So you just knew it now. We found and declared our highest goal on a first class; achieve C1 and B2 for Oscar.

Do you have an idea of what I’m talking about? Ok, just like the other language, French also have an international standard of language proficiency certifications, named DELF (Diplôme d’études en langue française) and DALF (Diplôme approfondi de la langue française). The first one certifies that the holder has the basic competency in French and an autonomous knowledge of French, the second one guarantee that the holder has an extensive knowledge of French language and mastered advanced levels of expression in special areas of study. C1, which Sakti and I will follow, is part of DALF test, and B2 is in DELF test. Having a different level of goal doesn’t put some difficulties for us, since B2 and C1 is just one level apart.

So there we are, in a café taking our dinner while presenting and discussing a subject that we prepared before. I can say that speaking French after a long time being a passive speaker is not easy at all. Having so much idea in my head and so little vocabularies at the same time really drives me crazy. But nothing can stop me to find the rainbow’s end! Oh, really love that expression!

After a month, we finally can find our rhythm. Sakti and I think that we really need a lot of reading and speaking exercises before we come up with the synthèse writing process. While Oscarlita, he found that he desperately needs a lot of grammaire exercises before starting discussing in French. Despite the different needs, we let him prepare those grammaire exercises for his good sake. And us, we continue doing the presentation and the discussion since we won’t face grammatical exercises in DELF and DALF test. But yeah, still, good grammaire will lead us to a good writing. Make sense. Keep up the good work, Oscarlita!

Last night, we have a new class member, Riri. Being a French teacher in an international school makes her a good active French speaker. What a chance for us! On her first participation, she brought an article that she usually discusses for the 10th class, which also she believes a lot more difficult than the articles that Sakti and I brought. Huhu, right time to increase the level, guys!

So starting next week, we will discuss a harder subject based on an article which is more difficult to understand. Don’t let 10th class student tease us, guys! Haha! Self motivation plus practices equal achievement. That’s our new formula. Hey! Why am I writing in Englissshhh???

Tuesday, July 20, 2010

Tentang mimpi

Bercerita tentang mimpi, tak lelah kurajut itu mimpi-mimpi.
Boleh lah kurajut dengan benang asa serta usaha.
Asaku yang terus ada membalut peluh usaha.

Mimpi oh mimpi,
Pernah dia sesekali pergi.
Untungnya dapat ku panggil lagi.

Aku ingin sekolah lagi, seperti mama.
Hausku akan tanya, rinduku pada auranya.
Aku ingin belajar lagi, sesuatu yang baru.
Musik, foto dan literatur.

Keliling dunia masih menggebu di dada.
Negara tetangga, Brazilia hingga Eropa.
Mau lihat bagaimana mereka hidup di sana.
Banggakah akan dunianya?

Pulang.
Tetap menjadi kata yang diidamkan.
Rumah.
Janganlah jemu nantikan ku di sana!

Call me, Ibu Guru!
Sounds so sexy!
Hihi..
Be patient, class! Ibu guru masih harus sekolah lagi.

I wanna be a mommy..
Wake up with a good morning kiss from a daddy
Live together happily
Build a castle made by love and trustiness, secretly!

Mimpi oh mimpi..
Mari mendekat sedikit lagi..

Friday, October 23, 2009

Pulang

Apa yang selalu hadir dalam dunia khayalmu? Di duniaku, selalu saja satu kata itu. Aku seringkali berkhayal untuk mengatakannya, entah kapan bisa benar-benar terwujud. Bukan berarti karena ku menyimpannya di kotak khayal maka aku tidak melakukan apa-apa untuk membuatnya berpindah ke kotak cerita hidupku. Seringkali aku mengatakannya tanpa suara saat orang lain mengajukan pertanyaan, “Mau ke mana?”. Bahkan tanpa suara saja rasanya sudah menyenangkan, mungkin jika sudah bersuara nanti akan benar-benar menyenangkan.

Rumah, adalah syarat utama untuk mengucapkan kata itu, karena rumah dan kata itu memang melebur menjadi satu, benar-benar bersatu. Dan suatu hari nanti namaku akan menjadi trio dengan dua kata itu. Rumah seperti apa yang ada di dunia khayalmu? Di duniaku, tidak ada gambar yang jelas, karena aku memang tidak pernah menggambarnya, jadi walau kucari dan kucari di kotak khayalku, tetap saja tak kutemukan. Hari itu salah seorang penghuni lintasan terdalamku menanyakannya, dan tidak puas dengan jawabanku yang tidak memilikinya di kotak, dia memintaku untuk menggambarnya saat itu juga. Mulailah aku meracau dengan hal-hal yang kuinginkan, mulai dari taman, pagar yang terbuat dari tanaman, balkon, perpustakaan, dapur besar, karaoke, cinema room, sofa putih, plafon yang tinggi, jendela besar, cat putih, aroma pantai, bath tub, dan bintang-bintang di langit-langit tepat di atas tempat tidurku.

Apa yang ingin kau lakukan di rumahmu? Apalagi ini, aku tidak pernah memikirkannya. Lagi-lagi dia memaksaku untuk mulai menulisnya lalu menaruh ceritanya di kotak khayal. Aku ingin bangun siang tanpa rasa segan, karena aku berada di rumahku dan aku bisa melakukan apa saja sesukaku; aku ingin menata buku-bukuku di perpustakaan dan menulis hingga pagi di sana; aku ingin bernyanyi hingga ku menangis kala aku sedang sedih di ruang karaoke; aku ingin menonton film-film yang sudah lama aku ingin tonton di cinema room seharian, memasak menu Eropa di dapurku, membaca buku sambil minum teh di taman, dan mondar-mandir sesukaku tanpa sehelai pakaian di seluruh ruangan, karena ini rumahku.

Apa yang kau lakukan saat seseorang berkata bahwa dia ingin menjadi bagian dari rumahmu, rumah yang bahkan belum berpindah ke kotak cerita hidupmu? Aku sedikit terkejut dan bingung, tetapi aku senang saat itu juga karena kalimat, “Aku ingin menjadi bagian dari rumahmu” keluar dari mulutnya. Tapi siapa yang bisa menjamin kalau penghuni lingkaran terdalammu akan tetap berada di sisimu dan tidak pergi? Jadi, bagaimana dia dapat menjadi bagian dari rumahku jika aku baru bisa memindahkannya ke kotak kisah hidup entah kapan, entah 1, 2 atau 10 tahun lagi? Masihkan dia di sini? Entahlah.

Ternyata dia punya cara lain, yang baru kupahami seminggu setelah dia menyampaikan keinginannya. Dia memberiku bintang-bintang untuk kupasang di langit-langit kamarku. Ide yang tak terduga dan benar-benar menyentuh, ide yang membuktikan bahwa dia memang penghuni lingkaran terdalam angkasaku. Kini cerita di dunia khayalku bertambah, aku ingin sekali mengatakan satu kata itu padanya, suatu hari nanti. Aku benar-benar menginginkan itu, dan akan kukerahkan seluruh yang kupunya untuk mengucapkan kata itu padanya, suatu hari nanti.

Masih dari kotak khayalku, sepuluh tahun mendatang, “Dega, mau kemana?”, tanyanya padaku. Lalu kutersenyum dan menjawab, “Pulang”. Dega, rumah dan pulang, kami benar-benar cocok kan?

Sunday, October 18, 2009

Keajaiban

“Kamu percaya pada keajaiban?” tanyanya padaku.
“Keajaiban?” yakinkanku padanya.
“Iya! Keajaiban,” jawabnya.
“Tentu saja! Tentu aku percaya adanya keajaiban.”
“Percaya? Memangnya kau pernah melihat keajaiban?" tanyanya menantang.
“Pernah katamu? Kulihat keajaiban setiap hari!” jawabku lantang.
”Setiap hari? Ha! Ha! Pasti kau tidak mengerti deh apa itu keajaiban,” ejeknya padaku.
”Kurasa kaulah yang tidak mengerti apa itu keajaiban!” balasku.
”Yang benar saja.. Kau mengetesku ya?”
”Tidak, sekarang kutanya, apa kau pernah melihat keajaiban?” ejekku padanya.
”He! He! Tentu saja tidak pernah! Karena tidak ada yang namanya si keajaiban itu! Hanya istilah bikinan manusia saja...” jawabnya sok tahu.
”Mmmm...” gumamku sambil tersenyum mengejek.
”Mengapa kau tersenyum menyebalkan seperti itu, hah?” dia sudah mulai sadar aku mengejeknya.
”Tidak, hanya saja hidupmu menyedihkan yah..” jawabku sok tahu.
”Apa maksudmu?”
”Keajaiban akan datang kalau kita percaya pada kekuatan Tuhan dan kita memujaNya dengan penuh rasa terima kasih,” jelasku jujur.
”Jadi maksudmu aku tidak percaya pada Tuhan, gitu?” wah, dia sudah mulai panas rupanya.
”Tidak begitu sih, mungkin kau kurang berterima kasih padaNya.”
”Sok tahu sekali kau! Seperti orang paling tahu terima kasih saja,” jawabnya yang sudah mulai mengajak ribut.
”Aku sih tidak bermaksud begitu, tapi menurutku kau juga pasti sudah pernah melihat keajaiban. Hanya kau tidak sadari saja,” jawabku dengan maksud menenangkan suasana.
”Keajaiban yang mana maksudmu?” keningnya mulai berkerut.
”Mungkin sejenis dengan yang sering kulihat.”
”Keajaiban apa sih yang kau lihat?” tanyanya tanpa sadar.
”Diriku! Setiap kubercermin, kusadar bahwa aku masih berdiri hingga kini karena kekuatan dan berkah dari Tuhan.”
”Hi... jadi maksudmu kau adalah keajaiban Tuhan? Jangan bikin aku muntah deh!” ejeknya geli.
”Terserah! Kalau mau muntah tolong jauh-jauh dariku.”
”Kurang ajar sekali kau!”
”Kau yang mulai membahas keajaiban, mengapa ketika kujawab kau jadi marah-marah? Padahal aku belum selesai menjelaskan.”
”Baiklah bodoh.. teruskan!” perintahnya.
”Manusia sering mengharap dan melihat terlalu tinggi, sehingga mereka lupa dan sombong untuk menyadari keajaiban Tuhan pada diri mereka. Keajaiban harus merupakan sebuah hal besar yang mereka inginkan.”
”Iyalah, kalau yang Tuhan inginkan itu takdir namanya.”
”Yang kita inginkan seringkali bukan yang terbaik untuk kita. Dulu aku sering menyerah, mengeluh, mengritik dan menghujat. Tuhan memberi keajaibanNya padaku dengan tetap memegang tanganku ketika hati, mata dan pikiranku telah menjadi hitam,” kumulai menahan tangis.
”Tapi kau kan memang hitam, temanku!” katanya jujur.
”.............” kutatap matanya dalam-dalam.
”Baiklah, teruskan!” menyerah juga dia.
”Ada kekuatan yang membantuku berdiri, mengangkat kepala, berjalan dan tersenyum. Bahkan kini, kupunya kekuatan untuk mengulurkan tanganku untuk membantu orang lain berdiri. Yang jelas, tadinya itu bukan kekuatanku, tapi kekuatanNya. Dia membantuku berdiri, tegap! Itu keajaiban, untukku, dariNya dan aku tidak mau menyia-nyiakan itu tentunya. Iya kan?”
”Jadi, cuma begitu yang kau bilang keajaiban? Kupikir benar-benar keajaiban.”

Sekarang, aku yang menjadi bingung tentang konsep keajaiban, menurutnya tentunya. Dia pikir apa itu keajaiban ya? Hah, jadi bingung.