Thursday, March 31, 2011

Saya dan anarkisme

"Tambah parah aja ya negara ini? Pada ngapain aja sih pemerintah kita?"
Kalimat penutup makan siang kami hari ini.

Sementara menu tambahannya; berita mengenai seorang wanita yang berhasil menilep uang nasabah di tempatnya bekerja, milyar yang bisa membawanya ke Jepang untuk menambal wajah, bisa mendudukannya di mobil-mobil mewah dan entah apa lagi. Ada juga wanita lain, yang akhirnya tertangkap setelah lima tahun wara wiri tipu sana tipu sini. Panggilannya, si penipu cantik. Yang satu ini beda targetnya, bukan bank, bukan perusahaan, tapi perorangan. Orang yang jika diulang jadi orang-orang dan artinya jamak. Tertangkap di Bali, dengan coolnya menanggapi keingintahuan para wartawan, pasti sakit, batin saya. Hah, mau jadi apa para wanita Indonesia?

Menu selanjutnya barisan para pria, residivis yang berhasil merampok sebuah bank besar beberapa waktu lalu. Banyak sekali pencuri di negeri ini! "Ini dia nih! Pihak berwenang gak berbuat apa-apa, jadilah maling macam gini tambah banyak di negeri kita!" Teman makan siangku tiba-tiba mengagetkan. Dipikir-pikir betul juga, jangankan maling-maling seperti mereka ini, si Gayus maling sakti saja tak bisa tersentuh oleh apapun dan siapapun. Cckk..cckk...

Berita tentang maling digantikan dengan metro mini yang warnanya makin merah karena dibakar oleh warga sekitar tempat si supir menabrak sebuah motor dengan bapak pengemudi dan anaknya. Seorang bocah kecil yang tewas tergilas. Ah metro mini, masih zaman kah ugal-ugalan? Sudahlah, jangan terlalu banyak menonton F1. Tiba-tiba jadi teringat belum lama ini jalur transjakarta, busway, di daerah Mampang diblokir oleh warga karena hal yang sama, menabrak seorang bocah hingga tewas. Pemblokiran yang membuat para pengguna transjakarta sulit untuk bekerja, chaos jadinya. Kenapa pula warga harus marah dan memblokir jalan? Dipikir-pikir itu kan memang bukan tempat menyebrang, ada jembatan penyebrangan di sana. Dan kapan sih transjakarta bisa ngebut? Ada-ada saja.

Hidangan penutupnya adalah kabar dari teman saya yang sedang bekerja di Australia. Sepupu dari salah seorang sahabatnya berulang tahun beberapa hari lalu, yang ke enam belas. Seorang siswi SMA di Jakarta, pulang sekolah sekolah hari dan ditodong oleh seorang pria. Menguasai aikido, tentu saja dilawan si penodong tadi. Tak dinyana membawa golok yang lalu ditusukannya ke lambung si gadis remaja di hari ulang tahunnya.

Quo vadis Indonesia?

Entahlah. Sudah keriting rasanya bibir ini memaki pemerintah, pemerintah dan pemerintah. Sudah butek rasanya hati ini, membenci polisi, polisi dan polisi. Sudah ciut rasanya hati ini, kecewa dengan kesewenang-wenangan dan kesewenang-wenangan lagi.

Pernah saya bertanya dengan salah seorang teman, sarjana hukum, "Yok, kalau seandainya gw terlibat masalah dengan, hhmm... pegawai transjakarta misalnya, gw harus melapor ke mana?"
"Polisi."
"Memang masih bisa dipercaya?"
"Nggak."
"Ngapain loe nyuruh gw melakukan hal yang gak berguna."
"Mesti, karena itu prosedurnya."
"Terus kalo lanjut ke hukum, gw minta tolong sama siapa donk?"
"Pengacara."
"Gak ada duit."
"LBH."
"Bisa dipercaya?"
"Sama gw aja deh!"
"Hahahhaa... Ya udah, kalo ada apa-apa gw hubungin loe aja deh!"
"Hahahhaaa..."

Begitulah, tak ada yang jelas di negeri ini. Tak ada yang pasti. Jangan sebut-sebut itu hak dan kewajiban, cuma ada di buku pelajaran. Presiden negeri ini sering berkata, "Jangan anarkis, kita harus santun. Menyampaikan pendapat boleh, tapi ada aturannya."

"Wahai Bapak Presiden yang bukan pilihan saya, katakan bagaimana kami bisa hidup tanpa bertindak anarkis jika Bapak dan semua yang ada di sekeliling Bapak tak pernah bekerja dengan benar? Bapak kami pilih, dipilih mereka yang memilih Bapak maksud saya, untuk mengurusi kami, rakyat negeri ini; buatkanlah kami jalan yang layak, sediakanlah beras, sayur mayur, bahan bakar yang baik dengan harga murah, fasilitasilah kami dengan kendaraan umum untuk manusia, bukan untuk mengangkut sapi, jaminlah kesehatan dan pendidikan kami, amankanlah negeri ini hingga kami tak mesti memeluk tas di dada tiap saat, kasihilah saudara-saudara kami hingga tak perlu ada lagi nenek yang berebut nasi dengan kucing. Tidak perihkah hati Bapak melihat hidup macam ini yang mesti kami jalani tiap hari? Nyenyak kah tidur Bapak?"

Aiiissshhh.. Jika begini caranya, saya, warga negara Indonesia, memutuskan tak perlu ada pemerintahan. Karena pemerintah sama dengan penindas kehidupan yang layak. Hidup seperti di hutan rimba, tak ada jaminan keselamatan, tak ada ketenangan, apalagi kedamaian.

Maaf maaf saja Pak, saya mendukung tindakan anarkis yang sudah dimulai oleh teman-teman sebangsa saya, jika diperlukan saya mungkin akan melakukannya juga. Dan tak akan berhenti hingga Bapak dan teman-teman Bapak mulai bekerja.

Hidup anarkisme! Hidup kesejahteraan sosial! Hidup Noam Chomsky!
Hiduuuppp!!!

Monday, March 28, 2011

Radio Korea

Ahay! Annyeong Haseyooo...
Saya lagi, di sini! Apa kabar semuanya? Saya lagi senang-senang. Senang karena penemuan baru, radio tuner untuk seluruh duniaaaaa!!! Yay!
Adalah: http://radiotime.com/index.aspx
Hadiah temuan dari Pak Tri, teman kantor saya. *wink*

Jikalau link tadi diklik, akan mengantar kita ke halaman utama website radio time. Pilih browse by location, akan ada delapan pilihan; Africa, Antartica, Asia, Australasia, Central America, Europe, North America dan South America. I know, cool, right? Saya, langsung klik Asia, lalu South Korea, Seoul, dan taraaa!!! Berbarislah pilihan radio di sana! Senangnyaaaa....

Awalnya sempat mencoba-coba beberapa radio, akhirnya dua hari ini saya mendengarkan 90.7 Bundang FM. Karena suara penyiar lebih jarang dibandingkan lagu-lagu KPop, yang saya incar. Aaaaiiissshh.. rasanya, seperti di Korea saja! Mengharukaaann... Saya lalu menginformasikan hal ini pada Anast dan Karien, konco-konco pencinta Korea juga. ^^V

Sekian cerita dari saya, ini tak bisa berhenti mesem-mesem mendengar lagu-lagu Korea sepanjang hari. Selamat mendengarkan juga, semuanyaaa...

Ittabwaaaa...


Monday, March 21, 2011

Cuisiner en m'amusant!

En fait ce n'est pas une nouvelle chose pour moi, mais dernièrement, cuisiner devient une activité amusante qui peut m'aider à m'échapper de la routine. Je suis encore dans un niveau de « trial and error », débutante. Je cherche des recettes en internet, celles qui sont simples. Jamie Olivier est un de mes chefs préférés. Il cuisine des repas européens et américains, la plus part. Comme des caractéristiques de ces repas sont simples et gardent le gout originel des ingrédients, j’aime bien.

Mon défi est de cuisinier ces repas en gout indonésien ; salé et épicé. Oui, je suis indonésienne, moi ! Je n’imite pas toujours des recettes que j’ai trouvées, j’aussi improvise. Voici mon improvisation :

Jamie Olivier : Pomme de terre, brocoli et saucisse frit.

Moi : Je fais frire une pomme de terre et trois saucisses. Pour le brocoli, après je l’ai lavé, je le mes dans la farine qu’on utilise spécialement pour « fried chicken » et je le fais frire jusqu’il devient croquant. La Voila ! Mon diner est prêt. Mais, n’oublie pas de le manger avec la sauce des piments.

Jamie Olivier : Omelette, saucisse frit et des légumes.

Moi : Je fais frire trois saucisses, je fais bouillir des légumes et j’ajoute du lait dans mon omelette, c’est ce que Jamie ne fait pas. Voila mon petit-déjeuner.

Jamie Olivier : Pancake avec la glace de la fraise et des fraises pour le « topping. »

Moi : Je n’ajoute pas des œufs dans mon omelette. Ca gout pire avec des œufs dedans, d’après moi. Mais, je suis d’accord avec Jamie sur la glace et des fraises.

Jamie Olivier : Spaghetti avec la sauce des tomates et de la viande.

Moi : Je suis totalement d’accord avec lui.

Vous voyez ? Je suis encore débutante, moi. Mais tout d’un coup, je fais des progrès. Allez- cuisinier !

Thursday, March 17, 2011

Internasional keblinger!

Internasional: menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia; antarbangsa.


International school.

Adik-adik kecil, siswa-siswi yang diutus para orang tua untuk menuntut ilmu di sekolah, biar cerdas, pintar, membanggakan. Tak boleh kalah dengan generasi sebelumnya, tak boleh ketinggalan zaman, masa hari gini masih pakai bahasa Indonesia? Apa kata dunia? Dari absen, lagu-lagu, bahasa sehari-hari hingga kata sapaan pun harus berbau Inggris; Miss, Sir. Memangnya lama di luar negeri hingga harus berbahasa Inggris setiap hari? Tidak. Atau mungkin anak dari pernikahan campuran? Tidak kok. Ada rencana tinggal di negara berbahasa Inggris dalam waktu dekat? Belum sih, tapi nasib orang siapa yang tahu? Apapun itu lah, yang jelas lebih keren kan kalau adik-adik di Indonesia jago berbahasa Inggris semua?

International hospital.

Rumah sakit titik titik internasional. Widih, keren sekali! Hasil kerjasama dengan rumah sakit ternama di negara maju kah? Nggak donk, kita murni lokal. Terus kenapa harus ada internasional? Agar seolah standar pelayanan kami setara dengan rumah sakit di negara maju. Oh. Motto, papan pengumuman di ruang tunggu, nama ruangan, semuanya sudah terlihat internasional, memang. Berbahasa Inggris! Banyak yah, pasien asing yang berobat ke sini? Ada, beberapa. Berarti mayoritas orang Indonesia? Iya. Kenapa tidak menggunakan bahasa nasional saja? Sama saja belum internasional, donk!

International police station.

Speed and professional. Begitu moto yang terpampang di tembok luar kantor polisi di Jatiwaringin. Entah untuk siapa kata-kata itu ditujukan. Untuk sesama polisi kah? Untuk kami warga negara Indonesia kah? Atau untuk mereka warga asing saja? Lagi-lagi bahasa Inggris! Ah! Entah siapa yang punya usul untuk memilih kata-kata itu, yang jelas polisi juga pastinya. Polisi yang harus belajar bahasa Inggris lagi. Dan juga harus memperbaiki bahasa Indonesia, bahasa ibunya. Masa konsep kata kerja dan kata sifat saja tak paham? Memalukan.

Post office.

Saya ingat betul tadinya papan itu bertulis kantor pos dengan mayoritas warna oranye. Sekarang tiba-tiba jadi post office, dengan papan-papan tanda berbahasa Inggris juga di dalamnya. Ah, siapa bilang pos Indonesia sudah nyaris mati? Wong sudah go international, kok!

Begitulah, bahasa Inggris di mana-mana. Alasannya sama saja, biar Internasional.

Keblinger!

Wednesday, March 16, 2011

A very blessed 27 years old girl

I wanted to type "a very lucky 27 years old girl" before, but realized that lucky is not enough. If lucky means having or attended by good luck, occurring by chance, and believing to bring luck, than I chose the right word, then. Cause this one I want to describe is not only a matter of luck or chance, it's something more. While blessed means worthy of worship; holy, bringing happiness, pleasure or contentment. Holy, guess that's the keyword.

Here, in my place and its culture, a 27 years old girl expected as someone who has finished her study, has a settle career, surrounded by loyal friends and colleagues, can be depended by her family, and also, the most important one, has a husband. Happy? Dream? It's non of society business.

Me, I'm 27 years old, will be 28 soon. Yay! The society is expecting me to follow their rules, of course. And me, I am walking in and with them, the society, while avoiding its rules which don't fit me. I've finished my study, Alhamdulillah. A settle career? Well I'm happy with this thing I do now, but still, I'm still up to my dream job, a teacher. Wish me luck! Am I surrounded by loyal friends and colleagues? I am. I proudly am. And also, by a big various family. Love is all in the air!

Can be depended by her family, hmmm... This one I don't know. But so far, I am trying to walk together with people I love. I am living with my brother's family now, and it feels good. I have a good relationship with my parents, I am hanging out with my aunties, cousins and nephews, I chat with my uncle, I laugh and cry with my girls, I even enlarging my family circle now! Wooo..

The last one, a husband. Yay! I am single until now! And it's a bless! Since I have a special man with whom I share my daily life story now. My dreams, passions and craziness. What a bonus, right! We're learning how to share our life goodly, before marriage lock us. Lock? What a diction! Lol!

Mom? What about mom say? Instead of asking me, "When will you guys marry?" She, a very uncommon mom, lucky me, asked, "When will you continue your study and upgrading your diploma?" Oh girls, I know you are all jealous of me, now. Not only that, she also once shared her thoughts to me and my man, "Do you know? I never worry that my daughter will have a difficulty to find a good man and to end in a marriage. Why? Because I'm doing my best in life, I always try not to hurt others. By that, I'm sure that mother's good path will enlighten her children path." She smiled, my man smiled, I smiled in heart while trying not to drop a tear.

Am I happy? No reason for not being to. Am I still keeping my dream alive? Of course I do.

I have a very enlightened path, thanks to my dear mother who bless her 27 years old girl.


Tuesday, March 8, 2011

Pesan untuk Fahrina, Azka, Hafidzh, Ariq, Alif, Tsabita, Kamal, Admam, Fadil dan Babar

Kini saya, sudah menjadi seorang tante-tante. Tantenya Tsabita, biasa kami panggil kakak Bita, abang Kamal, Admam dan Akbar atau Babar. Ada juga Fadil atau Bedil, sebetulnya kami sepupuan, tapi usianya yang sepantar dengan Admam dan Babar membuatku merasa si Bedil ini adalah keponakan juga. Hehe.. Alif juga, yang seusia dengan Tsabita. Azka atau Teh Saka, Fahrina atau Ina, Ariq dan Hafidzh juga adik-adik kecil yang di hati rasanya seperti keponakan-keponakan saya.

Nikmatnya menjadi tante; menyaksikan calon keponakan di dalam perut yang menggelembung semakin membesar hari demi hari, meneteskan air mata saat dirinya keluar dari sana, turut berpikir setengah mati mencari ide untuk nama indahnya, merasakan ngeri melihat tubuh merah ringkihnya, hingga harinya pun tiba saat memberanikan diri untuk menggendong dan merasakan hangat tubuh mungilnya, menjepit jemari kecilnya dengan bibir saat dia terlelap, berteriak panik mendapati dia terjatuh dari tempat tidur, resah gulana kala tubuhnya panas hingga membuatnya mengigau selama tidur, antusias mengantar dan menjemputnya ke taman bermain, senang melihatnya berlari di antara lorong jajanan di mini market, tertawa bahagia kala mendengar kata-katanya yang tak sempurna, pusing kala dia terbangun dan menangis di tengah malam, hingga dapat merasa begitu dekat dengan Tuhan pada malam hari kala mengagumi setiap garis wajahnya, goresan alisnya, dan mengharumi aroma tubuhnya.

Subhanallah.

Sungguh salah satu doaku yang di bold setiap hari adalah, semoga sepupu-sepupu kecil dan keponakan-keponakanku tersayang kelak menjadi manusia-manusia yang berbahagia dunia dan akhirat, yang selalu berdiri di atas kakinya sendiri dan mengulurkan tangan tanpa pamrih dalam berbagi kasih. Semoga Allah selalu menyayangi mereka melebihi kasih sayang siapapun di dunia ini.

Amin.

Teteh, Aa, Kakak, Abang, Ade, Babang, Bedil,
Kelak nanti, jika kalian sudah besar nanti, jangan biarkan siapapun atau apapun menjegal mimpi-mimpi kalian. Raihlah, sekuat tenaga dan doa mimpi-mimpi yang Insya Allah tante turut amini. Jika ada yang berani bilang kalian tidak keren atau aneh apalagi jelek, biarkan saja. Karena yakinilah bahwa di keluarga kita tak ada yang tidak keren ataupun jelek. Kalau aneh, banyak. Tapi apa hebatnya menjadi pasaran? Lebih baik aneh tapi tak mengganggu orang. Pakai apa yang kalian suka, asal jangan pamer aurat atau menyalahi kodrat. Dan janganlah kalian merokok, karena sungguh rokok itu hanya untuk mereka yang tidak berpikir. Agama kita hanya untuk mereka yang berpikir, dan mudah-mudahan kalian selalu berjalan di bawah payung agama. Apalagi narkoba, biarkanlah itu jadi santapan mereka yang tak bisa mensyukuri teriknya matahari, sejuknya embun pagi dan aroma tanah yang dibasahi hujan.

Tak perlu malu jika kalian suka musik dangdut, gambusan, drama Korea, baju merah jambu atau keroncongan. Karena malu itu hanya untuk mereka yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Jangan buang sampah sembarangan apalagi menyalip antrian! Karena seperti kepala sekolah Toto Chan bilang, melakukan itu hanya mempermalukan diri kalian sendiri. Dan kalian, harus lah berdiri di atas kaki sendiri, mandiri. Selalu teriakkan, "Aku pasti bisa!" kala ranjau menghadang. Ingat, tulang di kaki kita ini luar biasa kuatnya, tak ada itu kata lelah. Mungkin, kadangkala terasa itu lelah. Tak apa, istirahat sebentar, kalau mau menangis ya nangis saja. Tapi kala mentari datang lagi, harus berusaha lebih keras lagi. Karena hidup ini luar biasa indah bagi mereka yang bekerja. Kalau nilai jelek di pelajaran eksak atau matematika, santai saja. Karena tante pun begitu. Segera cari bidang yang kalian suka. Pasti ada! Lalu pelajari lah, apapun itu, secara mendalam. Jadilah seorang profesional; yakni mereka yang ahli di bidangnya. Tak perlu mengantongi dunia, tapi pandang dan hiruplah pesannya, lalu menarilah bersamanya.

Bila Mama Papa, Umi Abi, Mami Deded serasa begitu menyebalkan dan tak asik diajak bercerita, tak apa. Itu wajar saja. Karena mereka, punya begitu banyak hal untuk dipikirkan. Kalian saling berbagi cerita saja. Akan ada masanya mereka akan kembali asik lagi. Mudah-mudahan saja. Tapi ingat! Mereka, orang tua, bagaimanapun rupa dan kelakuannya, tak boleh dijadikan musuh kita. Tak cocok tak apa, karena kita bukan jemuran yang pasti cocok dengan siapa saja. Lalu akan datang harinya kalian akan jatuh cinta dan menjadi orang yang lain dari biasanya. Jangan takut, jalani saja. Karena cinta, tak akan membagikan sarinya pada mereka yang tak punya nyali. Lalu berbahagialah atas nama cinta.

Untuk Ina, Teh Saka dan Kakak Bita,
Jangan pernah biarkan seorang pria pun mengasari Ina, Teteh dan Kakak. Siapapun. Karena Ina, Teteh dan Kakak dilahirkan bukan untuk disakiti, tapi untuk disayangi. Angkat dagu setiap ada orang yang memandang kalian sebelah mata, tak boleh minder, tak boleh sedih. Tunjukkan pada dunia bahwa kalian punya tulang kaki kuat yang senantiasa menopang tegak. Cantik, pintar, solehah dan tegar. Insya Allah.

Untuk Aa Hafidzh, Abang Ariq, Kakak Alif, Abang Kamal, Admam, Bedil dan Babar,
Di agama kita, pria adalah imam. Jadi kalian semua adalah calon imam. Rasulullah, panutan kita, selalu memuliakan wanita, tak pernah mengasari apalagi menzolimi. Jadi kalian, jangan ragu berdiri dan memberikan kursi kalian pada wanita di bis atau kereta, mengatakan tidak pada wanita yang suka menggoda dengan tubuhnya, jangan pernah memukul atau menyayat hati wanita dengan kata-kata. Karena sungguh hati wanita bukan terbuat dari baja. Jaga Mama, Umi, Mami sampai akhir hayat mereka. Karena ibu, adalah hartamu.

Jangan lupa.

Saya, tante yang sungguh berbahagia dan bangga, memiliki mereka semua di hidup saya.


Monday, March 7, 2011

Di Hari Perempuan Internasional

Hari ini tanggal delapan Maret, hari perempuan Internasional, begitu tv bilang. Acara tv yang menampilkan dua orang perempuan dari dua kubu, satu dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang merasa sudah berkontribusi besar demi perempuan-perempuan negeri ini, satu lagi perempuan dari organisasi besar yang merasa bahwa Kementrian tadi hanya pajangan pemerintah saja. Biar seolah-olah pemerintah Indonesia sudah sungguh memerhatikan kesejahteraan perempuan. Nyatanya?

Kalau saya punya suara, Kementrian ini tak ada gunanya, hanya sebagai tempat exist ibu-ibu pejabat saja, yang masih ber-make up menor dan berponi mumbul. Dengan gemerincing gelang emasnya sibuk meresmikan apalah itulah di kota-kota besar. Bukan mereka kok yang memberi ide agar ada gerbong khusus wanita di kereta api, bukan mereka juga yang membela para TKW yang nyaris mati disiksa para majikannya, atau lantang memarahi para pelaku pelecehan di TransJakarta. Alah! Sudah, daripada siang ini tumbuh gondok di leher saya, lebih baik disudahi saja keluhan atas harapan yang jauh dari kenyataan ini.

Ibu dari Kementrian tadi, parasnya sungguh mirip seperti satu-satunya mantan presiden RI yang berjenis kelamin wanita. Kala itu, saat beliau memimpin negara ini yang entah karena dipilih siapa, saya sempat menonton acara Oprah yang membahasa negara-negara yang mengakui persamaan pria dan wanita hingga mampu menjadikan seorang perempuan sebagai presiden mereka. Indonesia salah satunya. Banggakah saya saat negara ini disebut namanya? Sayangnya tidak. Kok bisa? Karena wujud pengakuan persamaan tak mesti dengan mengangkat perempuan sebagai pemimpin. Tetap harus dilihat kualitasnya. Perempuan negara saya yang satu ini, maaf-maaf saja, justru kualitas kelas bawah buat saya. Mengapa? Ya silahkan dicari-cari prestasi dan segala manuver beliau, lalu nilai lah sendiri. Malah saya merasa, R.A. Kartini, sang putri sejati merasakan malu di akhirat sana. Melihat perempuan Indonesia yang menjual keperempuanannya demi menunjukkan kehadiran mereka, tanpa menghiraukan kualitas dan loyalitas. Ah, sok tahu sekali saya ini. Seperti tahu saja rasanya jadi presiden wanita!

Kembali ke hari ini, saya sebagai salah seorang perempuan di dunia, di Indonesia dan di Jakarta, memiliki beberapa harapan yang mudah-mudahan saja diamini oleh ribuan perempuan lainnya; Betapa ingin saya agar perempuan memiliki gerbong sendiri, entah apa istilahnya untuk bagian dari bis gandeng, di TransJakarta. Hingga, mudah-mudahan saja, tak perlu lagi saya berhimpitan dengan mereka, para pria yang tak risih melekatkan bagian tubuh mereka. Juga, saya berdoa agar seluruh perempuan terutama ibu-ibu di negeri ini tak lagi menonton sinetron dan infotainment, racun mental yang jika ditelan terus menerus akan mengendap di hati dan merusak kebersihan nurani. Satu lagi, mudah-mudahan seluruh perempuan muda Indonesia mampu menyingkap identitas pribadi mereka tanpa perlu melabelkan diri dengan segala sesuatu yang bukan milik negeri ini. Agar semua perempuan muda mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri dan lenyaplah itu para social climber yang selalu mendifinisikan diri melalui mata orang lain.

Amin. Amin. Amin.

Lalu apa yang bisa saya perbuat di hari kita ini, wahai para perempuan?

Saya akan melanjutkan bekerja setelah jam istirahat ini, lalu akan menggunakan TransJakarta untuk pulang ke rumah nanti, tak gentar menjaga diri dari para pria yang makin lama makin terlihat seperti magnet kulkas di dalam bis. Tak lupa saya akan membeli roti dan tomat, untuk sarapan esok hari, beli dengan uang sendiri dan masak dengan tangan sendiri karena saya perempuan Indonesia yang mandiri. Bersih-bersih rumah karena kebersihan sebagian dari iman dan sungguh saya ingin menjadi bagian dari mereka yang beriman. Tak lupa sholat dan mengaji karena saya harus memiliki ketenangan batin agar suatu hari bisa menjadi bagian dari cahaya kehidupan, dan satu lagi, melanjutkan membaca karya om Paulo Coelho yang selalu tampil mengagumkan sebagai jendela dunia. Karena, jika kelak nanti saya menjadi seorang ibu, haruslah saya menjadi ibu yang membantu anak-anak saya, anak-anak Indonesia, membuka jendela-jendela imaji, hati dan kecerdasan yang hakiki.

Selamat hari perempuan, perempuan.


Wednesday, March 2, 2011

How can I call it a hell?

An aunty of mine, a beloved one, once said that marriage is a hell. Lol! She meant it. My other aunty told her, if marriage is a hell, than how come you can have three kids from that! More lol! She replied, my husband and I, we fought a lot! When we fought, it wasn’t only by mouth, but also all part of our body! And the result is, the three boys! Lol lol lol!

One happy day, my cousin got married. She wore a beautiful kebaya and held a nice wedding party. At the end of party, my aunty, yes that one told her loudly, “Welcome to the hell!” And we were laughing ironically. She even hasn’t changed her clothes yet! What a family I have! Lol again.

Well that is my auntie’s conclusion; marriage is a hell. What about mine? I don’t know, I’m still a single fighter now. I’ll let you all know once I have it, ok? But by the way, imagining the life of marriage, it’s kinda difficult for me to see hell on it. And why is that?

In present time, I live alone. I work, live my own life by my own income; rent a house, buy food, pay the bills, etc. No work equals no house, no food, no anything. So no choice here, I have to work so that I can live.

Let’s imagine to the future, I live with my husband. I work, live my life together with our income; rent a house, buy food, pay the bills, etc. No work still means a house, food, everything. Why is that? Because a husband means someone who live to make sure that her wife has a good life. Even in Islam, a husband has to take it as one of the biggest responsibility, a must. How sweet, right?


Back to the present, and then tell me now, how can I call it, a marriage, as a hell?

While maybe I’m living in it now! Lol! As for me, marriage seems to be a heaven. Insya Allah.