Wednesday, April 27, 2011

Bercerita bersama sore – dua puluh tiga

Apa olah raga favoritmu, Sore? Ah, kau tidak berolah raga. Hati-hati cepat kendur otot-ototmu, yah! Hahahaa.. Aku suka olah raga, tak banyak, hanya beberapa. Maksudnya olah raga yang bukan untuk tontonan yah, tapi olah raga yang kulakukan.

Favoritku, renang. Yay! Kalau tak salah waktu itu kelas satu SD, Mama mendaftarkanku ke Polonia youth center, les renang. Kolam renang umum yang memilki dua kolam itu –satu kolam besar berair biru dan kolam kecil berair hijau yang berbahaya karena kedalamannya- terletak cukup jauh dari rumah kami, mesti naik mikrolet kurang lebih satu jam. Bermodal baju renang garis-garis biru, kusuka, kacamata renang dan papan pelampung senada, pergi kami kesana. Kali pertama datang ku berkenalan dengan bapak guruku dan beberapa teman lainnya; beberapa gadis kecil dan satu anak lak-laki. Itu di level kami, tingkat pemula. Ada banyak murid lainnya yang berenang di tengah kolam, dengan kedalaman sedang, juga bagian ujung lain yang paling dalam. Kami para pemula, di sisi paling cetek, tak boleh ke bagian lain, begitu instruksi pak guru.

Setelah lari mengelilingi kolam besar sebanyak tiga kali, pak guru akan memimpin stretching, guna menghindari kram. Pak guru kemudian meminta teman-temanku masuk ke kolam, menghadap ke tembok sisi, berpegangan di sana dengan dua tangan dan berkecipapk-kecipak kaki mereka, menyipratkan air ke mana-mana. Aku, masih berdiri di samping pak guru. Siap dengan kacamata melingkari kepala, dan tangan kanan menenteng pelampung. Kenapa aku tak disuruh nyebur juga? Pak guru menengok ke samping, tersenyum, mengambil pelampung dari tanganku, diletakkannya di tangga berjingkat yang membingkai kolam, lalu digaetnya tanganku. Aku, menurut saja. Tiba-tiba, cepat sekali, digendongnya tubuhku dan dilemparkan ke tengah kolam.

Dan di sana, di tengah kolam yang cukup dalam, klepek-klepek aku bagai ikan yang diangkat ke daratan. Dengan tangan mengacung berusaha melewati garis air meminta tolong, pada pak guru, pada mama, pada siapa saja yang ada di pinggir sana. Semua terjadi begitu cepat, juga begitu lama, keduanya. Hingga akhirnya kudapati lengan kekar pak guru menggeretku ke pinggir kolam. Setibanya di daratan, terengah-engah ku bernafas, dengan mata melotot mendapati mama yang riang sekali tertawa, bagai habis menonton srimulat saja. Pak guru tersenyum, tak meminta maaf, menghampiri mama yang masih memamerkan gerahamnya, ”Bagus, bu!” Apa itu artinya? Bete.

Setelah istirahat mengumpulkan kembali nafas normalku, dengan perut kembung kembali ku nyemplung ke kolam. Kali ini pak guru menggunakan cara yang beradab, memintaku dengan baik. Kuturuni tangga yang tersedia, lalu menapak kakiku ke dasar kolam dan berjalan mendekati teman-teman yang sepertinya sedari tadi menantikanku. ”Aku juga dulu begitu!” ”Iya, aku juga!” Sambut mereka. Oke, apapun maksud si pak guru, setidaknya bukan aku satu-satunya. Kemudian lanjut kami ngobrol sambil menyipak-nyipakkan kaki dan tentu saja berpegan erat pada sisi kolam. Yang sesekali dipotong suara pak guru meminta kami berkonsentrasi latihan, bukan ngobrol. Asik juga ternyata!

Kalau disuruh pilih antara telur ceplok dan rebus, akan kupilih ceplok, Sore! Alasannya sederhana, selama kurang lebih tiga tahun berlatih renang, mama selalu menyekokiku dengan telur rebus tiga sampai empat butir, ditambah madu dua sendok. Eneg! Terus-terusan begitu, menu andalan mama. Untungnya sepulang berlatih aku boleh jajan di kantin, ada ketoprak, bakso, nasi atau mie goreng, enak-enak semua. Makanya ketika Inul bilang kalau dia mengonsumsi dua puluh lima telur ayam kampung tiap harinya, sontak ku nyaris muntah. Hahahaa...

Gaya bebas, punggung, katak, akhirnya ku kuasai. Tak sia-sia kan, Sore? Tapi sayang, menjelang memasuki teknik gaya kupu-kupu, aku berhenti latihan. Alasannya? Tak ingat. Coba nanti aku tanyakan pada mama. Senangnya berenang, Kupu!


Sensasi bergerak maju di dalam air, mendorong mereka ke belakang yang kemudian menggelitik dengan riaknya.

Dingin, sunyi, bergerak.


Photo

No comments:

Post a Comment