Monday, November 2, 2009

Salmon Sashimi

Apa yang kau suka di dunia ini?
Oh teman, kau tahu itu salmon sashimi? Atau sashimi salmon? Hmm.. Betapa inginnya aku menggubah lagu Om Louis Armstrong.

I feel salmon in my tongue, it’s dancing around
There’s no more blue, for me and you
And I think to my self, what a wonderful world


Salmon sashimi, ikan salmon yang disajikan mentah, makanan para samurai dan geisha ini benar-benar mampu menghipnotisku. Dagingnya yang lembut tak berserat, warna manis nan menggoda, ketebalan yang pas di lidah, kesegaran yang terjaga, disajikan sederhana dengan selembar daun mint dan sejumput irisan lobak di piring kaca sungguh menjadi bandul Romy Rafael untukku. Aku suka ikan, tak pernah ku bermasalah dengan mereka. Tapi ikan yang satu ini sanggup membuatku iri pada orang-orang Jepang. Sungguh tidak adil. Bagaimana mungkin mereka selalu makan ikan seperti ini, sedangkan seumur hidupku ikan-ikan yang kukenal tak satu pun yang mendekati ikan mereka rasanya.

Salmon sashimi, jika sudah kudapati mereka dihadapanku barulah kumulai ritual itu, salah satu ritual menikmati hidup, namaku. Keluarkan sumpit dan patahkan jadi dua. Tuang kecap asin ke wadahnya. Bubuhkan bubuk cabai di atasnya. Aduk hingga merata. Ambil satu salmon dengan sumpit. Jepit dan ceburkan ke dalam kecap bercabai. Bolak-balik ia. Jepit dan buka mulut lebar-lebar. Lalu, ham! Berdansa ia di lidah. Memanjakan sang lidah dengan kelembutan seratnya. Membelah ia dengan mudahnya. Berat hati kumenelannya. Oh, kolaborasi yang Indah wahai salmon, duhai kecap! Tak mampu kutemukan cara lain untuk berterima kasih, selain dengan terus menikmati kalian. Terus dan terus.

Sashimi di lidah, sahabat di sebelah, Louis Armstrong di telinga. Oh, betapa indahnya dunia!


sashimi oh sahimi..


Perlengkapan perang



Kolaborasi indah


What a wonderful world..


No comments:

Post a Comment