Monday, May 23, 2011

Bercerita bersama sore - dua puluh lima

Sudah lama ya kita tak duduk santai bersama macam ini. Kapan terakhir kali? Ah.. tak ingat. Menenangkan; suara ibu-ibu tetangga yang ribut bercerita, angin sepoi menggoyangkan jemuranku, tapak adik-adik kecil saling mengejar, matahari yang beranjak pergi, rumah bersih dengan perabot baru yang dibeli siang tadi. Hhhmm...

Sebenarnya membeli mesin cuci adalah agenda kemarin, tapi aku segan sekali membeli sesuatu yang tak aku kuasai betul sendirian, Sore. Fyuuhh... Need a second opinion. Masa mau tanya ke mas-mas penjual saja? Pasti semua juga dibilang bagus. Ya kan? Sudah kuajak Dian, Dewi dan Anast; sudah punya acara semuanya. Ku bahkan coba menghubungi Muna, lebih parah lagi, Sabtu-Sabtu bekerja. Aiiisshh.. Jadi ditunda saja dulu.

Hingga tadi pagi, sedari bangun ku yakinkan diriku sendiri untuk tetap pergi dan membeli hari ini, jangan ditunda. Lebih cepat lebih baik, kalau kata pak JK. –kampanye terselubung- Oke, jadi urutannya begini; ke ATM di seberang jalan, karena toko elektronik di pasar hanya menerima uang tunai. Lalu naik bis ke pasar dan masuk ke komplek toko-toko elektronik, jangan galau, pilih saja toko dengan pajangan mesin cuci terbanyak. Masuk ke dalam toko dengan cool, jangan terlalu menunjukkan minat. Tawar harga dengan santai, jangan banyak bicara a la ibu-ibu, pasti lebih sulit diturunin harganya. Kalau digoda dengan alasan-alasan membuai, katakan saja uangnya tak cukup. Pastikan kapasitas listrik yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan merk setidaknya sudah dikenal. Jangan sok-sokan tanya harga merk Eropa, cuma bikin sakit hati saja. Kalau sudah deal harga mesin cuci, baru tanyakan dvd player. Cari warna hitam, biar matching sama tv. Jangan belaga tanya harga barang lain, godaan pasti lebih besar dan buntutnya dibeli padahal tidak masuk daftar.

La voila! Kudapat mesin cuci ber-merk Jepang ukuran 10 kg dengan harga sesuai rencana. Ada sisa uang, kubeli itu dvd player –sebenarnya bisa dapat dengan harga lebih murah, tapi lagi mood bagi-bagi rezeki sama si masnya- ber-merk dan warna sesuai rencana. Kubayar, tunai, macam mas kawin saja. Kuberi kertas bertuliskan alamat rumah serta nomor hp, kali-kali alamatku sulit dicari. Kuminum segelas aqua, servis dari si mas. Lalu pamit, tak lupa berterima kasih.

Huwaaahh.. senangnya, puasnya. Itu kali pertama aku beli elektronik di tempat yang harus tawar menawar, sendiri. Keren kan, Sore?

”Ah, si mbak ini pinter amat nawarnya,” keluh si mas putus asa.

No comments:

Post a Comment