Monday, March 7, 2011

Di Hari Perempuan Internasional

Hari ini tanggal delapan Maret, hari perempuan Internasional, begitu tv bilang. Acara tv yang menampilkan dua orang perempuan dari dua kubu, satu dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan yang merasa sudah berkontribusi besar demi perempuan-perempuan negeri ini, satu lagi perempuan dari organisasi besar yang merasa bahwa Kementrian tadi hanya pajangan pemerintah saja. Biar seolah-olah pemerintah Indonesia sudah sungguh memerhatikan kesejahteraan perempuan. Nyatanya?

Kalau saya punya suara, Kementrian ini tak ada gunanya, hanya sebagai tempat exist ibu-ibu pejabat saja, yang masih ber-make up menor dan berponi mumbul. Dengan gemerincing gelang emasnya sibuk meresmikan apalah itulah di kota-kota besar. Bukan mereka kok yang memberi ide agar ada gerbong khusus wanita di kereta api, bukan mereka juga yang membela para TKW yang nyaris mati disiksa para majikannya, atau lantang memarahi para pelaku pelecehan di TransJakarta. Alah! Sudah, daripada siang ini tumbuh gondok di leher saya, lebih baik disudahi saja keluhan atas harapan yang jauh dari kenyataan ini.

Ibu dari Kementrian tadi, parasnya sungguh mirip seperti satu-satunya mantan presiden RI yang berjenis kelamin wanita. Kala itu, saat beliau memimpin negara ini yang entah karena dipilih siapa, saya sempat menonton acara Oprah yang membahasa negara-negara yang mengakui persamaan pria dan wanita hingga mampu menjadikan seorang perempuan sebagai presiden mereka. Indonesia salah satunya. Banggakah saya saat negara ini disebut namanya? Sayangnya tidak. Kok bisa? Karena wujud pengakuan persamaan tak mesti dengan mengangkat perempuan sebagai pemimpin. Tetap harus dilihat kualitasnya. Perempuan negara saya yang satu ini, maaf-maaf saja, justru kualitas kelas bawah buat saya. Mengapa? Ya silahkan dicari-cari prestasi dan segala manuver beliau, lalu nilai lah sendiri. Malah saya merasa, R.A. Kartini, sang putri sejati merasakan malu di akhirat sana. Melihat perempuan Indonesia yang menjual keperempuanannya demi menunjukkan kehadiran mereka, tanpa menghiraukan kualitas dan loyalitas. Ah, sok tahu sekali saya ini. Seperti tahu saja rasanya jadi presiden wanita!

Kembali ke hari ini, saya sebagai salah seorang perempuan di dunia, di Indonesia dan di Jakarta, memiliki beberapa harapan yang mudah-mudahan saja diamini oleh ribuan perempuan lainnya; Betapa ingin saya agar perempuan memiliki gerbong sendiri, entah apa istilahnya untuk bagian dari bis gandeng, di TransJakarta. Hingga, mudah-mudahan saja, tak perlu lagi saya berhimpitan dengan mereka, para pria yang tak risih melekatkan bagian tubuh mereka. Juga, saya berdoa agar seluruh perempuan terutama ibu-ibu di negeri ini tak lagi menonton sinetron dan infotainment, racun mental yang jika ditelan terus menerus akan mengendap di hati dan merusak kebersihan nurani. Satu lagi, mudah-mudahan seluruh perempuan muda Indonesia mampu menyingkap identitas pribadi mereka tanpa perlu melabelkan diri dengan segala sesuatu yang bukan milik negeri ini. Agar semua perempuan muda mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri dan lenyaplah itu para social climber yang selalu mendifinisikan diri melalui mata orang lain.

Amin. Amin. Amin.

Lalu apa yang bisa saya perbuat di hari kita ini, wahai para perempuan?

Saya akan melanjutkan bekerja setelah jam istirahat ini, lalu akan menggunakan TransJakarta untuk pulang ke rumah nanti, tak gentar menjaga diri dari para pria yang makin lama makin terlihat seperti magnet kulkas di dalam bis. Tak lupa saya akan membeli roti dan tomat, untuk sarapan esok hari, beli dengan uang sendiri dan masak dengan tangan sendiri karena saya perempuan Indonesia yang mandiri. Bersih-bersih rumah karena kebersihan sebagian dari iman dan sungguh saya ingin menjadi bagian dari mereka yang beriman. Tak lupa sholat dan mengaji karena saya harus memiliki ketenangan batin agar suatu hari bisa menjadi bagian dari cahaya kehidupan, dan satu lagi, melanjutkan membaca karya om Paulo Coelho yang selalu tampil mengagumkan sebagai jendela dunia. Karena, jika kelak nanti saya menjadi seorang ibu, haruslah saya menjadi ibu yang membantu anak-anak saya, anak-anak Indonesia, membuka jendela-jendela imaji, hati dan kecerdasan yang hakiki.

Selamat hari perempuan, perempuan.


No comments:

Post a Comment