Tuesday, April 27, 2010

Cerita dari Singapura - enam

Itu lorong-lorong menuju boarding room entah kenapa sepi sekali. Untungnya masih ada beberapa orang yang menuntun kami ke sana (as u know, gak ada yang tahu tempatnya). I’m wondering, toko-toko di sisi kiri dan kanan ini adakah pembelinya? And also, perlu yah lorongnya lebar sampe segininya? Hmm.. kalo patokannya jumlah penumpang musim haji jadi masuk akal juga seh. Setelah menyusuri lorong panjang, belok kiri belok kanan, turun travelator, akhirnya ketemu juga sama bapak-bapak petugas. Dari jauh sudah terlihat botol-botol; ya air minum, parfum, kosmetik, sampe obat, yang tidak lulus sensor. Hehe! Sayang juga yah kalo dipikir-pikir, trus dikemanain itu barang-barang? Kami memereteli barang kami biar mereka menggelinding untuk di sinari X, kami pun begitu, harus (lagi-lagi) lewat di bawah scanner biar semua orang merasa aman, biar yakin kalo kami bukan teroris atau pembajak pesawat. Ih, amit-amit, mudah-mudahan gak keangkut deh orang-orang kayak gitu.

Wuih, rame pisan di sana, di boarding room, kelihatannya sih banyak rombongan keluarga. Enak juga yah kalo bisa liburan sekeluarga begini, apalagi ke luar negeri. Nanti kalau sudah punya keluarga sendiri aku mau juga seperti ini. ^^ Di ruangan itu yang ada hanya kursi-kursi plastik berwarna oranye, maka di sana kami duduk. “Yan, mana kue loe? Laper neh gw,” dan Dian pun mengeluarkan plastik hitamnya yang kini sudah keriting sekali. “Neh bow! Loe mau apa?” “Pastel deh, abis itu lontong.” “Alah! Belom juga dimakan, udah lontong aja loe!” “Hahaha.. Mending gw tepin, daripada keabisan!” “Yan, gw juga mau donk!” tuh bener juga, yang lain ikut-ikutan. Pastel, lontong, risol, pesta jajanan rakyat kami. Hhhmm… nikmaaatttt… Zzzzzzzuuuuuuuttttt!!!!! Tiba-tiba semua terdiam, “Gals, jangan bilang gak ada minum!” Hiks, imigrasi sialan, gak boleh bawa cairan, matilah kami keseretan. =(

Selagi sibuk menelan ludah sendiri (bukan menjilat yah!), terdengar pengumuman dari pengeras suara. Penumpang kursi nomor sekian sampa sekian dipersilahkan masuk duluan, Anast duluan. Sudah beres, selanjutnya nomor sekian sampai sekian, Dewi giliran. Terakhir, nomor sekian sampai sekian, aku, Dian dan Yeyen sekarang. Cukup tunjukin boarding pass sama mbak-mbak Air Asia, maka kita dipersilahkan masuk ke lorong yang merupakan sambungan antara pesawat dan ruang bandara. Terus di pintu pesawat ada lagi mas-mbak yang menanyakan nomor kursi dan menunjukkan dengan tangannya ke kejauhan. Huhuuuuuuu.. pesawaaaattt!!! ^^ Entah di pesawat lain, tapi di pesawat ini lorong antar kursi kiri dan kanan cukup sempit, ukuran satu setengah body langsingnya Indonesia. Jadi kalau lagi berdiri trus ada yang lewat dari arah berlawanan, ya mesti menyamping posisinya, kalo nggak, bisa senggol-senggolan deh! Kalo nyenggol cowok ganteng gapapa, kalo gak ganteng trus centil? Hiy..

Wuih! Anast dapet di badan pesawat bagian depan, sisi kanan dekat jendela, Dewi bagian tengah kiri dekat jendela juga, kami bertiga, buntut sebelah kiri. Bisa lihat sayap pesawat dari jendela. Yeyen dapet window, enaknya, aku di tengah, Dian aisle. Setidaknya di tengah, di aisle itu kurang enak, suka kesenggol-senggol orang lewat. Nah, selanjutnya aku suka bagian ini, om pilot berbicara; memperkenalkan diri, memberitahu cuaca, aku suka orang yang suka membicarakan cuaca seperti Pidi Baiq salah satu penulis favoritku, membacakan peraturan di negara tujuan dan ini dia, menjelaskan cara menyelamatkan diri yang sambil dipraktekkan oleh mas dan mbak pramugari,ra. Keren! ^^

Bismillah, om pilot yang tampan, biarkan ku berkhayal!, bilang kalau kami siap terbang. Maka keluarlah itu asap-asap dari atas kiri dan kanan, keren. Pesawat lalu mulai mengendut-ngendut, mengingatkanku pada sesuatu yang jorok ;p lalu asap tambah tebal, udara tambah dingin, lampu seat belt menyala merah tanda harus dikenakan segera, mulut kami komat-kamit bertiga, Bismillahi majreha wamursaha inna robbi la ghofururrohim, amin. Semoga Allah selalu menjaga kita di perjalanan ini, amin. Jantungku bertambah deg-degan, biar kau bilang norak, tapi aku suka naik pesawat. Anast gimana yah? Dewi mungkin sudah biasa. Hihi.. Yeyen terlihat agak tegang, mungkin karena belum hafal doa tadi, Dian lebih pucat, mungkin karena alasan yang sama denganku, belum biasa! ;p Tenang Yan, jangan sampai kita jadi terbiasa, nanti gak seru lagi! Haha..

Pesawat mulai berubah arah, agak ke kiri, jalan pelan-pelaaaaaann sekali, mungkin moto om pilot alon-alon asal kelakon. Aku dan Dian mengganggu Yeyen dengan mencuri pandang dari jendelanya, hanya lapangan luas saja, bandara. Lebih menarik di dalam sini, kebulan asap dingin serasa akan ke luar angkasa. Huhu.. Kuletakkan tas ransel keciku di bawah, tak lupa kukaitkan ke kaki, nanti gelinding, lagi! ;p Komik yang kupinjam dari Anast ada di pangkuan. Tadinya kamera sudah siap di tangan, tapi Yeyen bilang tak boleh foto-foto di pesawat. Kenapa coba? ”Kan kamera gak pake sinyal, Yen.” ”Tapi setahu gw gak boleh, Gul.” Gak masuk akal. Kusimpan kembali si Ranyu di ransel hitam punya Yasmin, tetangga kostku.

What is the best part of flying? Yup, I’m asking you all. For me, it was when the plane on a high speed on the ground runs as it had enough with it and desperately misses the sky. And it flies, high! Hmm… Comme j’aime bien ce moment là!

Kupejamkan mata, kurasakan nyeri yang meraba, tersenyum membahagiakan ini semua. Alhamdulillah. Flying.

Lampu seat belt sudah hijau sekarang, tanda sudah bisa dibuka. Lebih nyaman tanpanya, memang. Yeyen tenang dengan pemandangan di kirinya. Dian menikmati manusia yang mondar mandir di kanannya. Kubuka komik di pangkuan, membaca jadi tak menarik lagi sekarang. Kiri kanan, kulihat saja, banyak orang duduk bicara aaa.. Fyuuhhh.. Aku mau foto-foto. Beneran gak boleh gak seh? Seingatku seh waktu itu yang pulang dari Jogja ada mas-mas yang asik foto-foto awan, bikin iri saja. Ah, daripada menyesal, mending nekat saja. Toh kalo bener terlarang, pasti ditegur, kan? Hehehe..



Voila! Benar cantik kan? Dan foto-foto ini tak terlarang, saudara-saudara. Tak mengganggu sinyal pesawat kok! ^^V Mudah-mudahan pulang nanti aku bisa duduk di sisi jendela, biar bisa foto-foto sama Ranyu lebih banyak, semoga.

-bersambung-

No comments:

Post a Comment