Sunday, October 25, 2009

Bercerita bersama sore - satu

Sore, sedang apa?
Oh, lagi-lagi kau senyum-senyum sendiri menikmati kelakuan gadis-gadis cilik di padang rumput itu. Ah, tawa itu! Gelak damai yang seperti itu masih ada rupanya. Betapa Tuhan masih menyayangi kita. Iya, dan kau juga tak kunjung bosan mengunjungi kami, pastilah Ia sayang sekali.
Sore, tadi itu aku terkejut sekali saat terbangun dari tidur siangku. Karena tiba-tiba saja ingat kalau belum shalat Ashar, padahal ingat kalau adzan melantun tadi sekali. Nah, ketika wudhu dalam keadaan setengah sadar melintas lah itu kilasan mimpi tidur siangku. Tidak, bukan mimpi buruk, yang ini indah kok.

Kembali ku ke beberapa rumah mungil di masa kecil. Empat, tepatnya. Yang tiga rumah kontrakan dan yang terakhir rumah sendiri, rumah kami, bapak, mama, aku dan Aran. Saat itu entah berapa umurku, tapi masih kecil sekali, masih TK atau sudah SD, aku lupa.
Ada satu rumah kecil dan satu-satunya rumah kami yang berhalaman. Ada beberapa pohon mama di sana, tapi yang di pot-pot saja. Pohon-pohon yang berakar langsung di tanah pekarangan kami semuanya punya Pak Amu sang pemilik rumah, yang kini sudah almarhum. Kalau kau kubawa berkunjung kesini, setelah kau lihat itu pekarangan sederhana kami, kau akan masuk ke ruang tamu berukuran sedang, cukup untuk meletakkan sebuah meja kaca, sofa berbentuk huruf L dan sebuah lemari tempat pecah belah mama. Ruang itu sanggup memuat cukup banyak orang seingatku.

Aku ingat itu dua puluh lima Juni tahun berapa aku lupa, hari itu ulang tahun Aran, adikku. Dulu, waktu kami kecil ulang tahun artinya pesta dengan teman-teman, memakai topi kertas bertuliskan nama kami, memakai baju bagus, bernyanyi ”Selamat Ulang Tahun” dan ”Panjang Umurnya” bersama, memotong kue cantik nan lezat, dan membawa pulang kantong kue berisi jajanan-jajanan enak, jelly dan wafer superman selalu menjadi favoritku. Ah, kau pasti ingat semua itu, karena kau selalu menemani kami, Sore. Eh, apakah waktu itu kau juga senyum-senyum sendiri memandangi kami? Iya, kurasa.

Kembali ke hari itu, ke pagi saat mama memberitahu kami bahwa hari itu adalah hari ulang tahun Aran, maklum kami belum bisa mengingat ulang tahun kami sendiri dan aku tidak ingat kalau tanggal merupakan hal yang penting untuk kami. Kalau hari-hari kami ikuti benar pergantiannya, sambil terus menanti Sabtu dan Minggu. Mendengar berita bagus itu, Aran langsung menemui teman-temannya, teman-teman kami, guna mengundang mereka semua ke rumah, untuk berpesta. Entah berapa orang yang sudah dia undang saat itu, saat mama sedang berbelanja sayur mayur di gerobak keliling, saat seorang ibu tetangga bertanya padanya jam berapa acara Aran akan dimulai. Kaget mendengar pertanyaan itu dan tidak menunjukkan bahwa dia terkejut, yang ini salah satu kekhasan mama, mama menjawab jam empat sore. Itu kau Sore, sudah menjadi bagian dari kami. Sepulangnya dari berbelanja, mama memanggil Aran untuk menginterogasi, berapa orang yang sudah diundang, dan kenapa dia mengundang teman-teman tanpa sepengetahuan mama. Dengan polosnya Aran menjawab, banyak, dan karena tadi pagi mama bilang kalau hari ini ulang tahun Aran itu berarti hari ini saatnya berpesta. Kini aku bisa menertawakan kejadian itu, Sore. Lucu sekali. Ini contoh benturan orang dewasa dan anak-anak yang menggelikan untukku.

Tanpa menghabiskan banyak waktu, pergilah mama ke pasar Minggu, pasar terdekat dan terbesar di daerah kami. Berbelanja ia semua keperluan ulang tahun. Aku ingat sibuk sekali mama, dibantu beberapa orang tetangga. Aku juga sibuk, sebangunnya dari tidur siang aku sibuk mandi, memilih baju terbagusku, membantu mengisi tas-tas kue kemudian menyusunnya rapi. Aku ingat ada tumpeng nasi kuning karya mama, cantik sekali. Ada kue ulang tahun menggiurkan, sayang bukan rasa cokelat. Saat teman-teman sudah mulai berdatangan, Kak Mala, tetangga kami, menyuruhku untuk menemani Aran menyambut mereka. Aran, yang kala itu necis sekali dengan celana jins, kemeja merah dan dasinya. Aku, terlihat manis dengan baju berpita dan rok dengan warna dan motif senada, merah polkadot hitam. Kami harus memakai sepatu, kata mama. Tak lupa juga kupakai kaos kaki berendaku.

Ramai sekali sore itu. Kami bernyanyi, bermain, meniup lilin, memotong kue dan tumpeng, memakannya sambil difoto oleh tanteku, kalau tidak salah. Waktu itu malu sekali rasanya saat difoto. Malu sekali hingga kami sulit tersenyum dan bergaya. Hingga tanteku harus selalu menyuruh kami berdiri berjajar, merapat dan tersenyum. Oh, aku ingat juga kado-kado bagus yang Aran terima, banyak sekali. Ramai dan menggembirakan hati ulang tahun Aran kali itu. Haruslah kuberterima kasih padanya atas inisiatifnya mengadakan pesta. Satu-satunya pesta ulang tahun yang pernah kami punya. Ah, kenapa tidak kutiru caranya biar bisa kupunya pestaku sendiri?
Selamat Ulang Tahun Aran.

-bersambung-


2 comments:

  1. Wah mimpi yang indah, bisa memanggil memori kenangan indah di masa lalu....
    Happy birthday Aran! Semoga mimpimu yang dulu-dulu belum tercapai, kali ini segera tercapai! Berkat mimpi-nya!

    ReplyDelete
  2. @pelangi anak: Iya, kalau mimpi tidur siang begini terus, jd mau nambah jadwal tidur siang! ^o^
    Amiiinnnn, terima kasih atas doanya..

    ReplyDelete